2 months ago
1 min read

Kewajiban Seorang Pemimpin Menurut Sukarno

Presiden Sukarno (kiri) dan H Agus Salim (kanan). (Foto: Wikipedia)

JAKARTA – Bapak proklamator sekaligus Presiden Republik Indonesia (RI) pertama, Sukarno, berpendapat kalau seorang pemimpin berkewajiban untuk memimpin orang-orang yang ia pimpin kepada perbuatan.

Menurut Sukarno, seorang pemimpin seharusnya tidak tenggelam dalam perenungan-perenungan teoretis saja, melainkan memimpin orang-orang di sekitarnya untuk berbuat.

“Apakah kewajibanku? Kewajibanku, bahkan kewajibannya tiap-tiap pemimpin politik, bukanlah menghanyutkan diri dalam perenungan-perenungan teoritis, tetapi ialah: mengaktivir kepada perbuatan. Mengaktivir golongan yang ia pimpin, kepada perbuatan,” jelas Sukarno dalam pidatonya saat menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1951.

Sukarno memberikan kecaman dengan mempertanyakan buat apa jadi seorang pemimpin kalau tidak bisa menggerakan orang-orang yang dipimpin untuk berbuat sesuatu.

Menurutnya, suatu perbuatan tidak mungkin dilakukan kalau tidak ada kemauan dari orang-orang yang dipimpin.

“Tetapi perbuatan adalah suatu akibat. Akibat daripada kemauan. Akibat daripada wil (kehendak). Tiada perbuatan zonder (tanpa) kemauan, tiada perbuatan zonder wil,” katanya.

‘Mengaktifkan perbuatan’

Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mengaktifkan terlebih dahulu kemauan orang-orang yang ia pimpin untuk berbuat. Contohnya adalah mengaktifkan kemauan bersama untuk memperbaiki kehidupan bangsa dan masyarakat.

Dus: ‘Mengaktivir kepada perbuatan’ berarti: harus mengaktivir lebih dahulu kepada wil. Dan jika kebenaran ini ditransformasikan kepada soal-soal yang mengenai perikehidupan bangsa atau perikehidupan masyarakat, maka ia berarti: harus mengaktivir lebih dahulu kepada collectieve wil (kemauan bersama),” ujarnya.

Menurut Sukarno, kemauan itu harus digugah, dibangkitkan, dan digerakkan agar orang-orang ingin berbuat.

“Menggugah, membangkitkan, menggerakkan, menghebatkan collectieve wil,” ucapnya.

Demikian, ketika orang-orang lain gemar mempelajari, menganalisa, dan memahami teori-teori yang ada, Sukarno merasa lebih bahagia kalau bisa melaksanakan tugasnya untuk mendorong orang-orang untuk berbuat.

“Orang lain menyusun wetenschap (ilmu), mengupas, menganalisa, membongkar, dan menghimpun teori—saya berbahagia kalau dapat mengerjakan bagian yang ditugaskan kepada saya, yaitu membangkitkan kepada amal, mengaktivir kepada daad (perbuatan)!,” tegasnya.

Bagi Sukarno, seorang pemimpin harus mampu menggugah kemauan orang-orang yang dipimpinnya untuk berbuat sesuatu guna mewujudkan tujuan-tujuannya.* (Bayu Muhammad)

Baca juga: Gali Dasar Negara, Bung Karno Temukan Pancasila

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Penjelasan Sukarno tentang Peristiwa Gerakan 30 September

JAKARTA – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) merupakan kejadian yang

Bung Karno dan Rehabiitasi Sejarah

JAKARTA – Peristiwa krusial Pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 pada