JAKARTA – Implikasi kehilangan data tak mudah diukur, apapun pendekatannya. Sama sekali tak seperti kehilangan uang, atau kehilangan barang yang dikumpulkan waktu demi waktu, atau kehilangan kenangan indah yang diwujudkan sebagai artefak koleksi.
Pada kehilangan jenis ini, material-material yang semula tersedia mendadak tak ada lagi. Kemudahan akses yang semula dinikmati, jadi tak tersedia. Ini memunculkan rasa kosong, sedih, bahkan luka.
Seluruhnya perlu diobati, agar tak jadi derita berkepanjangan. Aneka cara pemulihan perlu ditempuh. Mulai dengan menghibur diri, hingga menemukan penggantinya yang sepadan.
Namun pada kehilangan data, bukan hanya itu yang terjadi. Aneka efek beruntun bisa bermunculan. Seluruhnya mengikuti momentum yang telah dimulai. Dan yang terjadi ujungnya, tak ada yang bisa memperkirakan. Kerugian akibat kehilangan bisa bersifat tangible, terukur, maupun intangible, tak terukur.
Kehilangan data, dapat dipahami berdasar uraian yang disusun Zluri.com, 2023, dalam artikelnya ‘Understanding Data Loss: Causes, Prevention, and Best Practices’. Pengertiannya mencakup: setiap proses atau kejadian yang menyebabkan hancur, terhapus, tak dapat, maupun—dibuat secara sengaja—untuk tak dapat dibacanya data oleh pengguna, program, maupun aplikasi.
Yang seluruhnya terjadi, ketika data dihancurkan secara sengaja maupun, tak sengaja oleh orang atau proses di dalam atau di luar suatu organisasi. Ini juga mencakup serangan ransomware.
Serangan ransomware yang menghebohkan, baru saja dialami Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Ekor peristiwanya, masih ramai diperbincangkan hingga hari ini. Alih-alih dapat segera dipulihkan, kehilangannya tak sekadar menyisakan kekosongan rasa seperti ilustrasi kehilangan di atas. Tak mudah diobati.
Dari keterangan yang disampaikan Pemerintah melalui Kemenkominfo—Ini diakses dari Kominfo.go.id, 24 Juni 2024—disebutkan: server PDNS mengalami gangguan sejak hari Kamis 20 Juni 2024. Muncul akibat awal berupa gangguan pada beberapa layanan publik, seperti layanan imigrasi. Dan berdasar penelusuran BSSN Republik Indonesia terkonfirmasi, insiden disebabkan oleh serangan ransomware.
Serangan didahului oleh adanya penonaktifkan fitur keamanan, Windows Defender. Seluruhnya mulai terjadi pada 17 Juni 2024, pukul 23.15 WIB. Penonaktifan ini memungkinkan aktivitas malicious leluasa berjalan.
Manifestasi aktivitas malicious mulai nampak pada 20 Juni 2024, pukul 00.54 WIB. Ini terindikasi dari instalasi file malicious, terhapusnya filesystem penting, dan nonaktifnya layanan yang sedang berjalan. Fileyang berkaitan dengan storage, seperti: VSS, HyperV Volume, VirtualDisk, dan Veaam vPower NFS mulai tak berfungsi. Juga mengalamicrash.
Besarnya nilai kehilangan tangible dapat dilacak, misalnya berdasar hilangnya waktu maupun potensi uang yang didapatkan. Ini selama layanan tak berlangsung. Sebanyak 282 instansi pemerintah pengguna layanan PDNS terganggu layanannnya. Sehingga tinggal dijumlahkan saja hilangnya waktu dan potensi uang yang dapat diperoleh.
Dan ketika waktu berlalu, hanya data dari 44 instansi yang dapat dipulihkan. Sisanya tak dapat dipulihkan. Ini akibat tak tersedianya salinan data. Sebuah keadaan yang memunculkan terjadinya kehilangan intangible. Nilai ini justru mulai terlihat, saat akibat beruntunnya terlacak. Banyak kelumpuhan dan upaya pemulihan dilakukan. Juga realitas tak pulihnya keadaan, pada kondisi semula. Ini adalah kehilangan.
Memaknai data dan kehilangannya hari ini, tak sama artinya jika seluruhnya terjadi di 4 atau 5 dekade silam. Data hari ini, lewat intensifnya penggunaan perangkat digital telah berubah jadi material maupun substansi, yang nilainya melebihi hamparan tambang penghasil emas, perak maupun minyak.
Kehidupan yang makin bertumpu pada data, meletakkan material dan substansi yang dihasilkannya, sebagai pusat pemaknaan, kekuasaan maupun identitas. Data jadi enabler factor, faktor pemungkin, berlangsungnya kehidupan secara wajar.
Terhadap realitas makin sentralnya data ini, Amanda Li, 2023, dalam ‘Data is the New Gold. The Data Revolution: Transforming Industries and Creating New Possibilities’, menguraikan pikirannya. Ini sesuai judul artikel yang ditulisnya: data adalah emas baru, yang memberi aneka kemungkinan baru. Nilai data baginya, justru bukan terletak pada kelangkaannya. Ini yang membedakannya dari emas maupun minyak.
Data melalui penggunaan aneka teknologi digital, terus terkumpul. Setiap aktivitas dengan menggunakan perangkat digital menghasilkan data yang terus menumpuk. Kategorinya adalah data terstruktur dan tak terstruktur. Kalaupun ada kategori di antara keduanya, adalah data semi terstruktur.
Hasil kedua proses perolehan itu, data jadi bermakna saat diubah jadi informasi. Seluruhnya dapat digunakan untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru. Inilah yang menyebabkan nilainya setara dengan emas, perak maupun minyak.
Seluruh kemungkinan potensialnya dapat diekstraksi. Juga dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Termasuk lewat praktik baru kekuasaan, maupun identitas. Dalam realitasnya, hampir seluruh dari 10 besar entitas global hari ini, merupakan kalangan yang mampu memanfaatkan informasi. Ini meliputi personal, perusahaan, maupun negara yang mengendalikan peradaban secara global. Seluruhnya memanfaatkan informasi
Dalam kasus serangan ransomware di PDNS, uraian Amanda Li terkonfirmasi. Selain soal data yang makin bernilai, juga munculnya kemungkinan baru pemanfaatan data. Nilai informasi, dapat dilihat dari besarnya uang tebusan yang diminta pelaku serangan. Para penjahat siber ini, meminta imbalan sebesar Rp 131 miliar untuk mengembalikan data yang disanderanya.
Sedangkan kemungkinan baru, terkuak oleh modus baru permintaan tebusan. Dalam kurun 4 atau 5 dekade lampau, nampaknya tak ada seorang pun yang memikirkan menggunakan data sebagai obyek sandera. Hari ini seluruhnya nyata, walaupun jalannya salah.
Lebih lanjut soal makna data ini, dapat dipahami dari beberapa kasus kehilangan maupun pelanggaran data, di berbagai lembaga pemerintahan maupun komersial Amerika Serikat. Harrison Kelly, 2024, dalam ‘Government Data Breach Examples & Lessons 2023: Preventing Data Loss & Leaks’, menguraikan: sedikitnya 9 kasus kehilangan dan pelanggaran data itu.