1 year ago
5 mins read

Sang Penjahat Perang

Kawasan Jabaliya di utara Gaza, Palestina. (Foto: Dok. Chairul Akhmad)

Menyeret Israel ke Mahkamah Internasional

Walau dalam kondisi gencatan senjata, militer Israel tak bosan-bosannya membunuhi warga Gaza. Hampir tiap hari mereka melakukan serangan, entah dengan pesawat ataupun tank.

“Tiap hari selalu saja ada yang syahid,” kata Ketua DPR Palestina (PLC), Nafiz Yasin al-Madhoun.

Pria botak yang juga berprofesi sebagai advokat ini tengah mengumpulkan bukti-bukti kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Israel.

“Kami akan segera menuntut Israel ke Mahkamah Internasional. Tidak hanya karena kejahatan perang yang mereka lakukan selama invasi, tapi juga karena kebrutalan mereka yang terus menyerang Gaza walau dalam keadaan gencatan senjata,” ujarnya.

Nafiz menjelaskan, sejak Jalur Gaza efektif menjadi wilayah jajahan, hubungannya dengan sang penjajah (Israel) diatur oleh hukum internasional, terutama Konvensi Hague Tahun 1907 dan Konvensi Jenewa Keempat Tahun 1949. Dalam hal ini, hukum humaniter internasional secara tegas mengikat dan mengatur prinsip-prinsip operasi militer.

“Sayang Israel tidak pernah menghormati hukum humaniter internasional dan bertindak semaunya dalam menghabisi nyawa penduduk negara jajahan,” kata Nafis yang juga Ketua Tawtheq, sebuah lembaga bentukan pemerintah Palestina yang menangani kasus kejahatan perang Israel.

Prinsip-prinsip hukum internasional memberikan mandat bahwa dalam melakukan operasi militer, pasukan negara penjajah harus membedakan antara penduduk sipil, kombatan, objek-objek sipil dan militer untuk menghindari segala dampak yang ditimbulkan selama berlangsungnya serangan.

Berdasarkan investigasi yang dilakukan Tawtheq, mereka mendapatkan fakta bahwa serangan-serangan Israel lebih banyak menargetkan rumah dan properti sipil ketimbang sasaran militer.

“Ini adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dan hukum humaniter internasional. Dan inilah yang akan kami tuntut di Mahkamah Internasional,” kata Nafiz.

Israel tidak membatasi serangannya terhadap sasaran militer atau para pejuang Hamas sejak pertama kali melepaskan tembakan (first blood). Akibatnya, hampir 1.500 warga sipil tak berdosa menjadi korban, 30 persen di antaranya adalah wanita dan anak-anak.

Serangan yang berkelanjutan menyebabkan hancurnya objek-objek sipil, baik itu rumah, sekolah, pabrik, masjid, gedung-gedung pemerintahan dan lainnya. Tak tanggung-tanggung, selama 22 hari serangannya, Israel telah menjatuhkan lebih dari 1 ton bom di Jalur Gaza.

Selain itu, militer Zionis juga menggunakan bom fosfor putih untuk menghabisi penduduk sipil di Kota Gaza. Padahal berdasarkan Pasal 25 Konvensi Hague ditegaskan bahwa serangan atau pemboman dengan tujuan apapun terhadap kota, desa, tempat tinggal atau bangunan yang tidak digunakan sebagai basis pertahanan adalah dilarang. Hal yang sama juga ditegaskan dalam Pasal 147 Konvensi Jenewa Keempat.

Berdasarkan Protokol I Konvensi Jenewa Keempat dan Ketetapan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC), kata Nafiz, maka individu-individu yang bertanggung jawab dan melakukan kejahatan sebagaimana disebutkan di atas harus ditangkap dan diadili. “Mereka harus mempertanggung jawabkan perbuatan mereka,” tegasnya.

Hari pertama operasi militer Israel (27/12/2008) yang bersandi Cast Lead ini dimulai dengan membombardir kantor-kantor pemerintahan Palestina dan menewaskan 333 orang pejabat sipil.

Serangan udara dan laut tersebut kemudian dilanjutkan dengan invasi darat dari berbagai arah pada 3 Januari 2009. Invasi ini terus berlanjut hingga 18 Januari 2009 dengan beragam bentuk serangan yang menyebabkan kehancuran di Gaza.

Total jumlah korban tewas serangan 22 hari Israel di Jalur Gaza adalah 1.444 orang. Di antaranya 341 anak-anak, 213 wanita, 116 usia lanjut, 17 staf medis dan 13 pejuang sipil. Korban luka-luka mencapai 5.273 orang. Militer Israel juga menahan 20 orang warga sipil.

Serangan brutal ini juga menyebabkan hancurnya 51.470 bangunan milik pemerintah dan swasta. Di antaranya 3.169 rumah, 45 masjid, 89 gedung keamanan, 10 kantor pemerintah dan 700 pabrik.

Sedemikian masifnya dampak operasi Cast Lead Israel, namun dunia hanya bungkam. PBB sebagai lembaga penegak hukum internasional tak berkutik di bawah ketiak Israel.

Laporan Goldstone, yang menginvestigasi dan menemukan bukti-bukti kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Israel, hingga kini tak jelas juntrungannya.*

Selanjutnya: Momentum Bersejarah di Jalur Gaza

Kawasan Rafah di Jalur Gaza, Palestina. (Foto: Dok. Chairul Akhmad)

Baca juga:

Perjalanan Menembus Gaza

‘Santa’ dari al-Arish

Di Gaza Mereka Terdera

Dari Indonesia untuk Gaza

Beban Duka di Jabaliya

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Duka Cita PP Muhammadiyah atas Kematian Yahya Sinwar

JAKARTA – Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menyampaikan rasa duka cita

Warga Israel Mengaku Tak Dilukai Hamas Selama Disandera

JAKARTA – Noa Argamani, yang dibebaskan dari penyanderaan Hamas di
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88