JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus memainkan peran ‘politik bebas-aktif’ dalam mengupayakan penyelesaian konflik dan perdamaian di kawasan Timur Tengah.
Salah satunya adalah dengan mendorong Solusi Dua Negara (Two State Solution) untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan hingga kini.
“Indonesia selalu konsisten mendukung kemerdekaan Palestina, kami menghendaki Two State Solution dengan parameter internasional,” kata Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Abdul Kadir Jailani, dalam acara diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) yang bertajuk ‘Menakar Dampak Konflik Timur Tengah Bagi Indonesia’, Senin (3/6/2024).
Jailani menjelaskan kalau Solusi Dua Negara yang diinginkan Indonesia punya tiga parameter utama. Pertama, Indonesia menginginkan terbentuknya negara Palestina berdaulat yang sekurang-kurangnya memiliki perbatasan sesuai garis demarkasi wilayah Arab-Israel sebelum Perang Enam Hari (1967).
“Paling tidak batas negara yang ada sebelum Perang 1967, itu posisi kita. Termasuk juga posisi Palestina dalam perundingan,” sambungnya.
Selanjutnya, Indonesia juga menuntut penghentian pembangunan pemukiman-pemukiman warga Israel yang ilegal di Tepi Barat (West Bank).
“Masyarakat internasional sangat prihatin karena kita ketahui bahwa Israel terus secara masif melakukan pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah West Bank secara masif. Dan itu yang kita tidak kehendaki,” lanjut Jailani.
Hentikan Nakba
Kemudian, Jailani menerangkan kalau Indonesia menghendaki repatriasi pengungsi-pengungsi Palestina yang terusir dari tanah airnya setelah berdirinya negara Israel pada 1948.
“Kita ketahui pada peristiwa Nakba pada 1948, lebih dari ratusan ribu orang Palestina telah terusir dari kota-kota dan desa-desanya. Mereka menuntut memiliki akses kembali terhadap tanah (mereka),” jelasnya.
Setelahnya, ia juga menyatakan kalau Indonesia mendorong agar Yerusalem yang berada di Tepi Barat menjadi ibu kota negara Palestina yang merdeka.
“Selanjutnya, yang lebih penting lagi bahwa Yerusalem harus sebagai ibu kota Palestina,” tegas Jailani.
Kendati demikian, Jailani mengaku sulit untuk mewujudkan Solusi Dua Negara yang diinginkan oleh Indonesia. Terutama, solusi itu menemukan penolakan dari berbagai pihak, termasuk Israel dan Amerika Serikat (AS).
Bahkan, Jailani mengungkapkan Indonesia dan beberapa negara lainnya telah mengecam keputusan sepihak AS untuk mengakui pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Ia menjelaskan kalau upaya Indonesia untuk mendorong Solusi Dua Negara akan sulit dilakukan jika komunitas internasional tidak mengakui Palestina.
“Jadi kita perlu terus mendorong semakin banyak negara yang mengakui keberadaan negara Palestina,” ujar Jailani.* (Bayu Muhammad)
Baca juga:
Sayap Kanan Israel Tekan Netanyahu Tolak Gencatan Senjata