JAKARTA – Tentara Mesir dan Israel saling bertukar tembakan di perbatasan dekat Kota Rafah, Senin (28/5/2024). Hal itu terjadi beberapa waktu setelah Israel mengebom kamp pengungsian Palestina di kota tersebut.
Insiden tersebut berujung dengan wafatnya satu serdadu Mesir yang terlibat dalam adu tembak dengan Israel.
Sumber anonim mengatakan militer Mesir sedang memperkuat keamanan di wilayah tempat terjadinya insiden tersebut.
Belum ada korban jiwa yang dikonfirmasi dari pihak Israel. Tapi, The New Arabs melaporkan ada tujuh tentara negara berbendera Bintang Daud itu yang terluka.
Menunggu balasan Mesir
Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Padjadjaran (Unpad), Teuku Rezasyah, mengatakan kedua belah pihak akan melakukan upaya-upaya penyelidikan mandiri. Tujuannya untuk mendapatkan bukti kalau bukan mereka yang bersalah.
“Seperti biasanya, dalam menyikapi masalah seperti ini, Israel dan Mesir akan melakukan penyelidikan mandiri,” ujarnya ketika dihubungi Totalpolitik.com, Selasa (28/5/2024).
“Harapannya adalah mendapatkan bukti awal yang dapat dibenarkan secara hukum nasional dan hukum Internasional, bahwa mereka bukan penyebab dari malapetaka yang menghebohkan tersebut,” sambung Teuku.
Ia menjelaskan kedua belah pihak akan berupaya meyakinkan berbagai pihak kalau mereka berada di posisi mempertahankan diri saat insiden naas itu terjadi.
“Sepanjang proses berjalan, mereka akan mengupayakan dukungan moral dari dalam dan luar negeri, jika mereka berada dalam posisi bertahan, dan terpaksa menggunakan senjata untuk mempertahankan diri,” ia menambahkan.
Akan tetapi, Teuku menilai Mesir akan konsisten mempertahankan hasil temuannya sendiri di akhir investigasi. Mesir juga diprediksi menolak untuk berunding dengan Israel. Prospek adanya perunding dibuat runyam oleh rekam jejak Israel yang seringkali melanggar dan bahkan melawan hukum-hukum internasional.
Sebetulnya, ia menilai kejadian tersebut menguntungkan Mesir. Karena mereka bisa melakukan peninjauan ulang terhadap pengendalian perbatasan dengan Jalur Gaza dan Israel yang selama ini dianggap merugikan mereka.
“Kairo sebenarnya sudah berada di atas angin, dan tinggal menghitung jawaban apakah yang mereka akan sodorkan pada Israel. Mulai dari lunak, sedang, hingga keras,” katanya.
“Momentum ini menguntungkan Mesir, karena mrmungkinkan terjadinya evaluasi atas aturan pengendalian perbatasan yang selama ini berlaku. Dan menempatkan Mesir pada posisi yang dirugikan,” lanjut Teuku.
Ditanya mengenai kemungkinan terjadinya retaliasi militer terhadap Israel, Teuku mengungkapkan Mesir khawatir dengan prospek terjadinya perang.
“Mesir kuatir terjebak dalam perang melawan Israel. Karena dimasa lalu mereka kalah telak, dan kehilangan wilayah dalam jumlah besar,” jelasnya.
Mesir akan terus mempertimbangkan opsi-opsi yang ada dengan berbagai pihak lainnya di kawasan Timur Tengah.
Perdamaian rapuh
Mesir jadi negara Arab pertama yang berdamai dengan Israel pada 1970-an akhir. Hingga kini, Kairo mempertahankan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Israel.
Akan tetapi, publik Mesir memandang negatif terhadap Israel dan hubungan yang dimiliki oleh negara mereka dengan negara yang berbendera Bintang Daud itu.
Kini, situasi menjadi semakin tegang setelah Israel menyerbu Jalur Gaza pada Oktober 2023 silam. Hal itu diperparah dengan serangan Israel ke Kota Rafah kendati permintaan Mesir, Amerika Serikat (AS), dan lain-lain agar itu tidak terjadi.
Pengeboman kamp pengungsi di Rafah pada akhir pekan lalu dipercaya menjadi sebab insiden penembakan yang terjadi antara tentara Mesir dan Israel.* (Bayu Muhammad)
Baca juga:
Serangan Udara Israel Bunuh 35 Orang di Gaza