JAKARTA – Mahkamah Internasional (ICJ) telah memerintahkan Israel untuk menghentikan penyerbuannya terhadap Kota Rafah di Gaza Selatan yang berbatasan dengan Mesir.
Presiden ICJ, Nawaf Salam, mengatakan bahwa situasi kemanusiaan di Rafah telah memburuk sedemikian rupa hingga masuk ke dalam klasifikasi ‘bencana.’
Badan tersebut memutuskan dengan 13 banding dua suara untuk meminta agar Israel segera menghentikan serangan militer dan tindakan lainnya di Provinsi Rafah yang mungkin menimbulkan kondisi kehidupan terhadap kelompok Palestina di Gaza yang akan mengakibatkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian.
Perintah ICJ pada Jumat (24/5/2024) lalu merupakan yang ketiganya, dan datang empat hari setelah jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) meminta surat penangkapan untuk Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan (Menhan) Yoav Gallant, dan beberapa petinggi Hamas yang dianggap bertanggungjawab atas kejahatan perang selama konflik berlangsung di Gaza.
Walaupun perintah tersebut sudah dikeluarkan, ICJ tidak memiliki kemampuan untuk menegakkannya, dan Israel sepertinya menolak untuk patuh terhadapnya.
Pemimpin oposisi yang menjadi bagian dari kabinet perang Netanyahu selama pertempuran di Gaza berlangsung, Benny Gantz, menyampaikan kepada Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, kalau Israel akan meneruskan peperangannya.
Ia mengatakan Israel berkewajiban untuk terus bertempur untuk mengembalikan tawanan-tawanannya (di tangan Hamas) dan memastikan keamanan warga-warga negaranya, kapanpun dan di manapun, termasuk di Rafah.
Gantz juga memastikan bahwa Israel terus mematuhi hukum-hukum internasional dalam melaksanakan perangnya di Gaza.
“Kami akan terus bertindak sesuai dengan hukum-hukum internasional di Rafah dan di mana pun kami beroperasi, dan melakukan upaya-upaya untuk tidak melukai penduduk-penduduk sipil. Bukan karena pengadilan di The Hague, tapi terutama karena diri kami sendiri,” ujarnya.
Akan tetapi, hal itu dibantah oleh Salam yang mengatakan bahwa ICC tidak percaya dengan upaya Israel yang disinggung.
“Pengadilan tidak yakin bahwa upaya evakuasi dan langkah-langkah terkait yang ditegaskan Israel telah dilakukan untuk meningkatkan keamanan warga sipil di Jalur Gaza, dan khususnya mereka yang baru saja mengungsi dari wilayah Rafah, sudah cukup untuk mengurangi risiko besar yang dihadapi warga Palestina karena operasi militer di Rafah,” jelasnya.
Amerika makin khawatir
Sebelumnya, pemerintah AS mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap posisi Israel yang semakin terkucil di komunitas internasional.
Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, mengatakan telah melihat banyak pihak yang dulunya mendukung Israel mengubah sikap mereka.
“Sebagai negara yang berdiri teguh membela Israel di forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kita tentu melihat semakin banyak suara, termasuk suara-suara yang sebelumnya mendukung Israel, kini beralih ke arah yang lain,” katanya.
Jake menyampaikan pihaknya menilai kalau perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini berdampak buruk terhadap Israel dan mengancam keberadaannya.
“Hal ini menjadi perhatian kami karena kami tidak percaya bahwa hal tersebut akan memberikan kontribusi terhadap keamanan jangka panjang atau vitalitas Israel. Jadi, hal tersebut telah kami diskusikan dengan pemerintah Israel,” sambungnya.
Pemerintah AS mengkritik pengakuan Irlandia, Norwegia, dan Spanyol baru-baru ini terhadap Palestina. Jake menyampaikan pihaknya mendukung solusi dua negara yang diwujudkan melalui negosiasi langsung antara Israel dan Palestina.
“Presiden Biden telah memiliki rekam jejak mendukung solusi dua negara. Ia juga menekankan pentingnya solusi dua negara yang harus dicapai melalui negosiasi langsung melalui para pihak (yang terlibat), bukan melalui pengakuan sepihak,” paparnya.* (Bayu Muhammad)
Baca juga:
Amerika Makin Khawatir Israel Dikucilkan
Negara-Negara Eropa Beri Pengakuan ke Palestina
Mengakhiri Konflik Israel-Palestina dengan Solusi Dua Negara