JAKARTA – Taiwan melantik Presiden Lai Ching-te yang dipilih awal tahun ini untuk menggantikan Presiden Tsai Ing-wen.
Pelantikannya diadakan di Kantor Kepresidenan, Taipei, Senin (20/5/2024). Acara tersebut dihadiri ribuan warga Taiwan yang disuguhi tontonan berupa parade militer dan berbagai pertunjukan seni.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) diwakili Menteri Luar Negeri (Menlu) Antony J Blinken mengucapkan selamat kepada Lai.
Washington berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah Taiwan yang segera dipimpin Lai di beberapa aspek yang menyangkut kepentingan kedua negara.
“Kami melihat untuk bekerja sama dengan Presiden Lai melintasi semua spektrum politik Taiwan untuk memajukan kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai bersama kami. Memperdalam hubungan tidak resmi kami, dan menjaga perdamaian dan kestabilan lintas Selat Taiwan,” ujar Blinken dalam keterangan Kemlu AS.
Pentingnya demokrasi
Pidato yang diberikan Lai mendapatkan perhatian dari komunitas internasional. Salah satunya, The Guardian menemukan kata ‘demokrasi’ diucapkan Lai sebanyak 31 kali.
Penekanan terhadap demokrasi itu merupakan upaya untuk membedakan Taiwan yang memiliki pemerintahan dan masyarakat demokratis dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di seberang lautan yang baik pemerintahan maupun masyarakatnya memiliki corak otoriter.
Lai menyebut bahwa pelantikannya tidak hanya berarti bagi Taiwan, tapi juga bagi dunia di tengah-tengah situasi geopolitik yang semakin panas.
“Masa depan yang kita putuskan bukan hanya masa depan bangs akita, tapi juga masa depan dunia,” katanya.
Pesan ke RRT
Lai juga meminta agar RRT berhenti melakukan intimidasi-intimidasinya terhadap Taiwan. Ia menekankan pentingnya menjaga perdamaian dan kestabilan di kawasan.
“Saya juga ingin mendorong Tiongkok untuk berhenti mengintimidasi Taiwan secara politik dan militer. Dan mengambil tanggung jawab global bersama Taiwan untuk bekerja keras dalam menjaga perdamaian dan kestabilan lintas Selat Taiwan dan di kawasan, untuk memastikan dunia tidak memiliki ketakutan akan pecahnya perang,” katanya.
Sampai dengan saat ini, Taiwan bersitegang dengan RRT yang masih menganggap Pulau Formosa bagian darinya.
Bahkan, Kementerian Pertahanan (Kemhan) Taiwan melaporkan aktivitas militer RRT dalam waktu 24 jam terakhir, menjelang pelantikan.
Enam pesawat tempur RRT telah menyeberangi garis median Selat Taiwan yang dianggap sebagai perbatasan tidak resmi antara Taiwan dan RRT.* (Bayu Muhammad)
Baca juga:
Ratusan Kapal Filipina Padati Laut Tiongkok Selatan
India Dukung Filipina di Sengketa Laut Tiongkok
Laut Tiongkok Selatan Makin Panas