JAKARTA – Sebentar lagi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan mengadakan rapat Majelis Syuro untuk menentukan apakah bergabung atau tidak dengan pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Dilansir dari Detik.com, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, mengungkapkan pihaknya akan melaksanakan agenda tersebut bulan depan.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi, menyampaikan partainya akan menghormati keputusan PKS.
“Soal PKS mau bergabung di koalisi pemerintahan atau di luar pemerintahan, PAN tidak boleh ikut campur urusan rumah tangga orang karena itu adalah urusan internal PKS,” kata Viva.
Akan tetapi, Viva meminta agar PKS menyatukan visi mereka dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung Prabowo-Gibran jika bergabung nantinya.
“Kalau kemudian PKS bergabung, ya tentunya harus mengikuti. Harus ikut, harus bersama-sama satu visi dengan Koalisi Indonesia Maju untuk mendukung dan merealisasikan visi dan program Pak Prabowo dan Mas Gibran,” sambungnya.
Viva juga menilai baik apabila PKS memutuskan untuk menjadi oposisi ke depannya.
“Kalau PKS menyatakan berada di luar pemerintahan, ya itu bagus juga karena PKS terlatih menjadi kekuatan ‘oposisi’. Dan juga akan dapat membangun proses check and balance dalam kehidupan berdemokrasi. Dapat melakukan fungsi kontrol terhadap jalannya kekuasaan, sehingga proses-proses demokrasi dengan adanya kontrol akan berjalan bagus,” jelasnya.
Pada akhirnya, Viva mengembalikan keputusan kepada Prabowo. “Semuanya dikembalikan pada presiden dan wakil presiden tentang efisiensi PKS, hubungan PKS dengan koalisi pemerintahan. PAN akan mengikuti keputusan dari Pak Presiden Prabowo,” ujarnya.
Belakangan, wacana bergabungnya PKS ke dalam KIM dan pemerintahan Prabowo-Gibran ditentang oleh Partai Gelora.
Kepada Tempo, Waketum Partai Gelora, Fahri Hamzah, menyampaikan harapannya agar PKS tetap berada di luar pemerintahan. Sebab, penyusunan kabinet habis pemilihan umum (pemilu) bukanlah suatu arisan.
“Sebab kita bukan arisan. Kalau arisan itu giliran. Itu yang kita kehendaki dari partai-partai yang sebenarnya tidak menjadi bagian dari pendukung Pak Prabowo,” katanya, Kamis (9/5/2024).
Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, menilai penolakan dari beberapa pihak terhadap prospek bergabungnya PKS dengan pemerintahan Prabowo-Gibran diakibatkan serangan-serangan mereka selama pemilu berlangsung.
“Pihak-pihak koalisi mungkin ya PKS, khususnya dari Gelora dianggap dulu PKS banyak menyerang Prabowo-Gibran, banyak menyerang koalisi 02 juga,” terangnya ketika dihubungi Totalpolitik.com, Kamis (16/5/2024).
Salah satu serangan PKS yang disorot Ujang adalah yang menyangkut Gibran.
“Mungkin ya, salah satunya pernyataan dari PKS itu ya bahwa ‘Gibran itu anak haram konstitusi’, kan itu ramai,” sambungnya.
Selain itu, Ujang menilai penolakan terhadap PKS juga diakibatkan adanya keinginan dari pihak-pihak yang sudah berjuang dengan Prabowo-Gibran selama ini untuk mendapatkan kekuasaan di pemerintahan berikutnya.
“Yang kedua saya sih melihat Koalisi Indonesia Maju, khususnya Gelora, ya kalau menolak pun wajar. Karena mereka sudah berdarah-berdarah, sudah mati-matian, habis-habisan untuk mendukung Prabowo-Gibran, dan menang. Ketika menang dapat kekuasaan wajar,” jelas Ujang.
Kemudian, Ujang juga menilai adanya faktor khusus yang datang dari Partai Gelora. Partai yang pecah dari PKS itu khawatir pengaruhnya dalam penyusunan pemerintahan berikutnya akan berkurang jika kawan lamanya masuk ke dalam barisan Prabowo-Gibran.
“Tapi yang ketiga, PKS, begitu dia kalah, tahu-tahu bergabung, ya maka ada resistensi. Salah satunya dari Partai Gelora itu. Resistensinya yang ketiga adalah sebenarnya kalau nanti PKS gabung, ya Partai Gelora pengaruhnya akan kalah. Karena sudah menjadi bagian dari koalisi Prabowo-Gibran,” katanya.
Menurut Ujang, PKS sedang menghadapi kenyataan-kenyataan yang pahit akibat kekalahannya dalam pemilu sebelumnya. Dan terus menemukan ganjalan untuk bergabung dengan Prabowo-Gibran.* (Bayu Muhammad)