5 months ago
1 min read

Radikalisme Ki Hadjar Dewantara Melawan Penjajahan Belanda

Ki Hadjar Dewantara. (Foto: Dok. LP3M Yogyakarta)

JAKARTA – Penduduk Hindia Belanda gegap gempita mempersiapkan perayaan kemerdekaan Belanda. Tidak hanya menjajah, negara itu juga pernah dijajah oleh Prancis dalam sejarahnya. Koloni sedang berbahagia. Tapi suasana itu segera dibuat runyam oleh Ki Hadjar Dewantara.

Ia menerbitkan tulisan berjudul ‘Als ik eens Nederlander was’. Sebuah artikel penuh ironi yang mengkritik pemerintahan kolonial dan menjadi kontroversial.

Dalam tulisan itu, Ki Hadjar Dewantara mengkritik perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis. Bukan karena perayaannya sendiri. Tapi karena ironi yang muncul dalam kenyataan bahwa perayaan tersebut dilakukan di negeri yang dijajah.

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaanya,” tulis Ki Hadjar Dewantara.

Meskipun berstatus sebagai warga jajahan, kalangan pribumi juga dilibatkan dalam perayaan kemerdekaan Belanda yang diadakan pemerintah kolonial.

Dalam artikelnya, Ki Hadjar Dewantara mengatakan Belanda bukan saja tidak adil, tapi juga tidak pantas. Belanda juga dinilai tidak pantas meminta sumbangan dari orang-orang yang mereka jajah untuk membiayai pesta kemerdekaannya.

“Ide untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya,” protesnya.

Lalu, Ki Hadjar Dewantara berandai-andai, apa yang akan dilakukannya jika ia menjadi orang Belanda dalam situasi serupa.

“Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikitpun baginya,” sambung Ki Hadjar Dewantara.

Takashi Shiraishi dalam Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 menilai tulisan Ki Hadjar Dewantara sebagai yang paling radikal dibuat oleh kalangan pribumi hingga saat itu.

Keradikalan Ki Hadjar Dewantara bukan hanya terletak dalam kritikannya, tapi dalam pengandaiannya sebagai seorang Belanda.

Sekarang, “Dengan mudah orang bisa bilang ‘jika saya seorang Belanda’, dengan mudah orang bisa bilang ‘jika saya seorang menteri jajahan’, ‘seandainya saya seorang residen…” tulis Shiraishi.

Dengan menyamakan derajat kalangan pribumi yang dijajah dan Belanda yang menajajah, Ki Hadjar Dewantara tidak hanya mengkritik kebijakan pemerintah dalam merayakan kemerdekaan Belanda, tapi juga menyerang tatanan dominasi kolonial.

Kini, orang-orang pribumi bisa merasa setara dengan orang-orang Belanda. Suatu hal yang tidak terbayangkan oleh mereka sebelumnya.

Merasa khawatir dengan kemungkinan Ki Hadjar Dewantara bisa menghasut rakyat pribumi dengan pemikiran-pemikiran dan tulisan-tulisannya, pemerintah kolonial membuangnya ke luar Hindia Belanda.

Pada tahun yang sama, Ki Hadjar Dewantara dibuang ke negeri Belanda. Yang menemaninya adalah Cipto Mangunkusumo dan EFE Douwes Dekker, politikus nasionalis dari Indische Partij yang juga dikhawatirkan bisa menyulut perlawanan di Hindia Belanda.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Hatta: Tak Mungkin Revolusi Berjalan Terlalu Lama

JAKARTA – Mohammad Hatta kerap melontarkan kritisme terhadap berbagai fenomena

Westerling Benci Orang Jawa

JAKARTA – Wartawan senior, Panda Nababan, pernah mewawancarai Kapten Raymond