JAKARTA – Perang dunia kedua (PD 2) di Eropa sudah mencapai penghujungnya. Tentara Merah yang mengibarkan panji merah berlambang palu arit Uni Soviet memasuki Berlin.
Mereka datang untuk menghancurkan kekuasaan Partai Nazi yang bertanggung jawab memulai perang yang telah memakan banyak korban jiwa itu untuk selama-lamanya.
Di saat yang sama tank-tank Uni Soviet melaju di jalan raya Berlin diiringi dengan tembakan meriam dari jauh, seseorang cemas memikirkan nasib bangsa dan dirinya sehabis PD 2 berakhir. Sosok tersebut tidak lain adalah Pemimpin Tertinggi Partai Nazi Jerman, Adolf Hitler.
Beberapa tahun lalu, ia memulai peperangan ini dengan impian mencapai kebesaran wilayah untuk imperium Jermannya yang baru.
Sepanjang perang berkobar, ia telah memimpin tentara Jerman melancarkan perang agresinya di negara-negara tetangga. Di mana tentara Jerman masuk, di situ kehancuran ikut menyertai.
Kemah-kemah pembantaian holocaust yang jadi tempat berembusnya nafas terakhir banyak orang Yahudi dan korban-korban kekejaman Nazi lainnya mungkin jadi bukti paling nyata kehancuran itu.
Sekarang, ia menyaksikan kekaisarannya runtuh digempur oleh Soviet dari arah Timur. Laju pasukan Sekutu dari Barat juga tidak terbendung. Habis menyebabkan kematian banyak orang, Jerman kini mengembuskan nafas-nafas terakhirnya.
Dan sang diktator yang memimpinnya dalam kejayaan dan kehancuran memutuskan untuk mati bersama dengan kekaisaran yang ia bentuk menurut gambarannya.
Pada 30 April 1945, ia bunuh diri bersama dengan istrinya Eva Braun di bunker bawah tanah Berlin.
Dengan tembakan ke arah kepala, Hitler merenggut nyawanya sendiri. Sementara itu, Eva memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara menelan racun sianida.
Hitler menjelaskan alasannya bunuh diri dalam surat wasiat yang ditinggalkannya. Ia tidak ingin menyerah kepada musuh-musuhnya. Dengan kata lain, Hitler tidak ingin ditangkap oleh pasukan Soviet yang sudah masuk Berlin.
“Saya dan istri saya—untuk menghindari penghinaan karena menyerah—memilih kematian,” tulisnya dalam wasiat yang bertanggal 29 April 1945.
Jasad Hitler dan Eva kemudian dibakar oleh pasukan Jerman yang tersisa di bunker mereka.
Hal itu lagi-lagi sesuai dengan permohonan Hitler dalam surat wasiatnya. “Merupakan keinginan kami untuk segera dibakar di tempat saya melaksanakan bagian terhebat dari pekerjaan saya sehari-hari melayani rakyat Jerman selama dua belas tahun ini,” sambungnya.
Dengan cara itu, Hitler yang pernag merasakan kejayaan atas penderitaan banyak orang lainnya selama beberapa saat meninggalkan dunia. Jasadnya dan Eva tidak pernah ditemukan oleh pihak-pihak pemenang yang mencarinya setelah perang berakhir.* (Bayu Muhammad)