Pada saat yang bersamaan, proses perdamaian yang dimulai dengan penandatanganan Perjanjian Oslo antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pimpinan Yasser Arafat juga sedang berlangsung.
Dimulai ketika perwakilan-perwakilan dari pemerintahan Israel dan PLO bertemu untuk membahas perdamaian, proses kini sampai di titik Israel mulai menarik diri secara perlahan dari beberapa wilayah pendudukan di Palestina.
Berbarengan dengan itu, rasa dan bentuk kenegaraan Palestina mulai kelihatan wujud nyatanya. Israel menyerahkan sebagian kekuasaannya di daerah pendudukan kepada Otoritas Palestina (PA). Untuk pertama kalinya, rakyat Palestina memiliki pemerintahannya sendiri.
Karena peristiwa-peristiwa itu, Raja Hussein dari Yordania, Rabin, dan Arafat menjadi ‘jagoan perdamaian’ di Timur Tengah waktu itu.
Semua pihak, termasuk rakyat Israel dan Palestina merasa yakin dengan perdamaian yang tampaknya semakin dekat di depan mata.
Maka tidak heran jika Gus Dur yang hidup pada masa itu pun ikut merasakan harapan dan optimisme dunia di sekitarnya.
Tapi semuanya berubah ketika naluri manusia yang terburuk untuk bermusuhan mengalahkan keinginan mereka untuk berdamai. Pada 1995, Rabin yang menjadi sahabat baik Gus Dur dibunuh oleh seorang ekstremis Yahudi. Dan peristiwa tragis itu mengobarkan kembali api konflik Israel-Palestina yang sempat padam.
Ketika berkampanye untuk mendukung Perjanjian Oslo, Rabin ditembak mati oleh Yigal Amir yang memiliki pandangan ekstremis mengenai konflik Israel-Palestina.
Menariknya, beberapa pihak menyalahkan Benjamin Netanyahu yang pada waktu berdekatan menggelar demonstrasi-demonstrasi untuk menolak kemunduran Israel dari daerah-daerah Palestina yang mereka jajah.
Retorika-retorika sarat kebencian, beserta alat-alat peraga yang dikeluarkan dalam demonstrasi-demonstrasi Netanyahu memprovokasi kelompok sayap kanan, salah satunya Yigal Amir untuk melakukan kekerasan.
Sialnya, pembunuhan Rabin juga membunuh ide perdamaian Israel-Palestina. Hingga kini, sepertinya tidak ada pemimpin Israel yang berpikir mengenai perdamaian dengan Palestina. PM Shimon Peres mungkin jadi pengecualian.
Habis pembunuhan Rabin, dunia menyaksikan kebrutalan dan kekejaman yang dilakukan oleh pemerintahan Ariel Sharon sampai dengan Netanyahu sekarang. Dan alih-alih membaik, balasan Israel terhadap serangan Hamas 7 Oktober 2023 semakin memperparah kebengisan yang ada.
Setelah diserbu oleh Hamas tahun lalu, Israel melakukan pengeboman terhadap Jalur Gaza. Tentara Israel kemudian menyerang wilayah tersebut dari darat.
Hingga kini, informasi yang disediakan oleh situs yang didukung Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendata sebanyak 42.510 korban yang berjatuhan di pihak Palestina.
Serangan dilakukan secara tidak pandang bulu terhadap perumahan, apartemen-apartemen, gedung-gedung kantor dan bahkan rumah sakit. Jadi tidak heran apabila jumlah korban yang berjatuhan bisa sebanyak itu.
Kita menjadi miris kalau mengetahui sebanyak 15.780 dari korban kebrutalan militer Israel adalah anak-anak.
Di saat yang sama, upaya penyelesaian konflik yang dilakukan baik secara bilateral maupun multilateral di PBB oleh berbagai negara juga mengalami kemandekan. Puncaknya, Amerika Serikat (AS) menggunakan hak veto-nya untuk menolak keanggotaan penuh di PBB.
