JAKARTA – Eks calon presiden (capres) Anies Baswedan mengungkapkan dirinya tidak memikirkan potensi jadi menteri dalam pemerintahan berikutnya, yang akan dikepalai oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Saya sudah bilang kemarin, kita tidak berandai-andai. Kalau saya jawab tidak, nanti akan dibilang, ‘memangnya ditawarin?’. Saya bilang iya, ‘memangnya ditawarin?’, kan nggak,” katanya, Sabtu (27/4/2024).
Anies juga menyampaikan dirinya akan terus menyuarakan gagasan perubahan setelah kalah dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu.
“Jadi sekarang kita jalani saja dulu, setiap ada kesempatan untuk meneruskan gagasan perubahan, ya teruskan,” sambung Anies.
Pengamat politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, menilai Anies sedang berhati-hati. “Tampaknya Anies betul-betul ingin berhati-hati, tidak kemajon, terkait dengan potensi tawaran untuk posisi menteri,” ujarnya saat dihubungi Totalpolitik.com, Senin (29/4/2024).
Menurut Umam, Anies juga menyadari posisi-posisi di pemerintahan berikutnya ditentukan oleh negosiasi antara calon presiden (capres) pemenang dengan partai-partai koalisi.
“Dia sendiri tampaknya sadar bahwa koalisi dengan pemerintahan baru ditentukan oleh kompromi dan negosiasi antara capres terpilih dengan partai politik yang akan mengusung kader masing-masing. Sementara Anies sendiri tidak menjadi bagian dari kader partai politik manapun.” lanjutnya.
Sebelumnya, capres Ganjar Pranowo pernah mengatakan tidak akan mengisi jabatan menteri dalam pemerintahan berikutnya.
Pernyataan tersebut langsung ditanggapi oleh Wakil Presiden (Wapres) terpilih Gibran Rakabuming Raka. “Yang menawari siapa? Siapa yang menawarkan,” katanya beberapa waktu lalu.
Menurut Umam, Anies sebaiknya mempersiapkan diri untuk mengikuti Pemilihan Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024 jika tidak ditawari jabatan menteri.
Tapi hal itu ada tantangannya tersendiri. Selain bicara potensi, Umam juga mempertanyakan apakah Anies akan didukung partai-partai politik (parpol) yang nantinya bertarung.
“Mengingat ada syarat gabung didukung minimal 20 persen threshold dari kekuatan parlemen lokal,” katanya, menjelaskan perlunya dukungan dari parpol atau gabungan parpol yang memenuhi threshold 20 persen untuk mengusung calon gubernur (cagub).
Apalagi, lanjut Umam, adanya penolakan halus dari PKS. “Maka tiket pilgub Anies bergantung pada NasDem dan PKB,” ujarnya.
Walaupun nanti berhasil mendapatkan dukungan NasDem dan PKB, Anies masih perlu dukungan dari partai-partai lainnya.
“Namun karena hitungan threshold harus didasarkan pada hasil Pemilu 2019, bukan Pemilu 2024, maka suara Nasdem dan PKB masih perlu tambahan lagi,” jelas Umam.
Namun, Anies juga bisa maju sebagai calon independen. Hal itu menjadi opsi yang menarik jika mengingat Anies punya basis pemilih loyal yang memadai di DKI, selaku mantan Gubernur DKI sebelumnya.
Jika Anies memutuskan untuk maju dan menang di Pilkada DKI 2024, Umam menilai ‘kartu’ politiknya akan kembali hidup sampai dengan Pilpres 2029 mendatang.
Sebenarnya, kartu tersebut juga masih bisa hidup kalaupun Anies tidak menang dalam pilkada berikutnya di DKI Jakarta. Salah satu caranya adalah bergerak melalui civil society.
“Namun jika akhirnya tidak menang juga, Anies terus menjaga momentum politiknya lewat jalur civil society. Meskipun panggungnya tentu lebih terbatas dibanding dengan kekuasaan lokal maupun nasional,” tandas Umam.* (Bayu Muhammad)