10 months ago
1 min read

Upaya Terakhir Melawan Demokrasi Terpimpin

Presiden Sukarno membacakan Dekrit Presiden 1959. (Foto: Wikipedia)

JAKARTA – Akhir masa pemerintahan Sukarno tidak hanya diwarnai oleh gerakan ke arah otoritarianisme. Tapi juga oleh upaya kelompok-kelompok tertentu untuk mempertahankan demokrasi. Perjuangan itu diusahakan lewat pembentukan Liga Demokrasi.

Di akhir masa demokrasi liberal, Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 1959. Isinya membubarkan konstituante, mengembalikan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan penghapusan UUDS 1950.

Salah satu implikasi dari keputusan Sukarno adalah pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Berbeda dengan DPR sebelumnya, parlemen kali ini berisikan golongan-golongan fungsional dan unsur angkatan bersenjata.

Pembentukan DPR-GR itu meresahkan pihak-pihak di parlemen yang merasa kalau kewenangan mereka digerus secara perlahan.

Kekhawatiran tersebut semakin terasa ketika kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) di parlemen semakin kuat, terutama setelah didukung konsepsi Soekarno mengenai Nasakom.

Oleh karena itu, gabungan partai politik yang ada di parlemen membangun gerakan yang diberi nama Liga Demokrasi.

Joel Rocamora merincikan Liga Demokrasi itu dalam “The Destruction of the Indonesian Political Party System – The PNI During the Early Years of Guided Democracy.”

Pembentukan gerakan tersebut diinisiasikan oleh Partai Masyumi, Partai Sosialis Indonesia (PSI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, dan dua partai Kristen lainnya. Tujuannya adalah melakukan perlawanan terhadap DPR-GR.

Selain pihak-pihak yang telah disebut, Partai Nasional Indonesia (PNI) juga hampir mendukung Liga Demokrasi.

Tapi mereka batal karena didesak oleh elemen-elemen kepemudaannya untuk tetap mendukung Soekarno, DPR-GR, dan sebaliknya mengutuk Liga Demokrasi yang sedang dibangun.

Keadaan semakin rumit bagi PNI ketika beberapa orang di jajaran kepemimpinannya takut menghadapi amarah Sukarno jika bergabung dengan Liga Demokrasi.

Sebagai gerakan yang menentang pembentukan DPR-GR dan kekuasaan Sukarno lebih luasnya lagi, Liga Demokrasi mendapatkan perhatian mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Ia menulis tentang gerakan itu dalam karangannya yang berjudul Demokrasi Kita. Dan menaruh banyak harapan kepadanya.

“Sekarang sudah berdiri suatu gerakan baru bernama Liga Demokrasi, sebagai tantangan atas pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat gotong royong oleh Presiden Sukarno,” tulisnya.

Hatta meyakini Liga Demokrasi akan mendapatkan dukungan rakyat. “Melihat perkembangan dalam waktu singkat ini, Liga itu bakal mendapat dukungan rakyat yang berjiwa demokrasi dan dari lapisan masyarakat yang cemas melihat kedudukan PKI yang diuntungkan,” sambungnya.

Kendati adanya dukungan yang cukup besar di awal dan adanya harapan dari tokoh-tokoh besar bangsa seperti Hatta, Liga Demokrasi gagal menjadi kekuatan yang signifikan untuk melawan DPR-GR dan Sukarno.

Perlu dijelaskan juga bahwa perkembangan Liga Demokrasi terjadi ketika Sukarno sedang berkembang ke luar negeri. Ketika ia kembali ke tanah air, Liga Demokrasi melemah dan segera hilang dari skena perpolitikan nasional.

Hilangnya Liga Demokrasi dari perpolitikan Indonesia masa itu jadi upaya terakhir kekuatan-kekuatan demokratis melawan Sukarno yang semakin mengarah ke otoritarianisme.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Penjelasan Sukarno tentang Peristiwa Gerakan 30 September

JAKARTA – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) merupakan kejadian yang

Bung Karno dan Rehabiitasi Sejarah

JAKARTA – Peristiwa krusial Pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 pada