JAKARTA – Skema politik nasional mengalami perubahan setelah berakhirnya rangkaian Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ketika bulan-bulan sebelumnya dibuat panas oleh hawa konfrontasi, kini para aktor politik sepertinya sudah mulai mengupayakan rekonsiliasi.
Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah mengunjungi pesaing-pesaingnya dalam Pilpres 2024. Selain bertemu dengan Ketua Umum (Ketum) Partai NasDem Surya Paloh, Prabowo juga bertemu dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Ditanyai soal posisi PKB habis pertemuan dengan Prabowo, Cak Imin mengatakan itu sudah sangat jelas.
“Pertanyaan soal pertemuan kemarin (dengan Prabowo) saya rasa sudah tidak harus dijawab karena sudah cetho welo-welo (sangat jelas). Sudah barang jelas, jelas terpampang gitu masih ditanyakan lagi, itu namanya meragukan,” ujar Cak Imin, Kamis (25/4/2024).
Kini, PKS juga mengundang Prabowo untuk menghadiri acara halal bihalal yang digelar Sabtu akhir pekan ini.
Apabila terjadi, maka semua partai eks pendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Anies Baswedan-Cak Imin sudah bertemu dengan pihak Prabowo-Gibran yang mereka hadapi dalam Pilpres 2024.
Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai, sejatinya Partai NasDem dan PKB tidak memiliki DNA menjadi Oposisi.
“Jadi yang memungkinkan lebih aman, nyaman, lebih enak ya masuk dalam pemerintahan Prabowo-Gibran gitu. Untuk sama-sama membangun pemerintahan kelihatannya,” katanya.
Lagipula, Pemerintahan Prabowo-Gibran juga sepertinya ingin membangun koalisi yang gemuk untuk mencari kekuatan di parlemen.
“Prabowo-Gibran ingin membangun koalisi yang gemuk. Koalisi yang mayoritas, koalisi yang kuat. Nah, koalisi yang kuat, mayoritas, ya harus secara kuantitas itu banyak dan besar. Maka ketika NasDem dan PKB masuk kan nanti PPP juga akan masuk nyusul,” sambung Ujang.
Jadi wacana bergabungnya beberapa partai yang tidak menjadi bagian dari tim Prabowo-Gibran dalam pilpres sebelumnya merupakan hal yang wajar.
Sementara itu, Ujang masih melihat adanya kebimbangan dalam partai-partai lainnya untuk bergabung atau tidak bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Dua di antaranya adalah PKS dan PDI-P.
Namun, Ujang menilai PDI-P sebenarnya ingin menjadi oposisi. Dan itu adalah hal yang bagus karena PDI-P memiliki pengalaman untuk menjadi oposisi yang efektif.
“Jadi kalau misalkan PDI-P beroposisi bagus karena kalau PDI-P menjadi oposisi kan sudah teruji, sudah kuat, dan tangguh,” jelasnya.
Kemudian, Ujang juga berharap PKS menjadi bagian dari oposisi, walaupun masih merasa bimbang mengenai posisi politiknya.
“Kalau bisa saya katakan juga PKS mestinya gabung bersama PDI-P untuk menjadi oposan, untuk menjadi oposisi. Agar nanti ada check and balance. Agar tidak semua partai tidak masuk pemerintahan Prabowo-Gibran,” kata Ujang.
Sebab, Ujang masih menilai penting adanya partai-partai oposisi di masa depan. Siapa pun pemimpinnya, kekuasaan mereka harus diimbangi dengan check and balance yang bisa dilakukan oleh pihak-pihak yang berseberangan.
Dari kubu PDI-P sendiri, eks calon presiden (capres) Ganjar Pranowo mengatakan pihaknya mungkin akan berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Belum memutuskan ya, tapi kalau lihat statement-statement Bu Mega, rasanya iya. (PDI-P) di luar pemerintahan,” kata Ganjar, Kamis (25/4/2024).* (Bayu Muhammad)