JAKARTA – April 1955 jadi momen yang penting bagi Indonesia. Melalui penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA), Indonesia berhasil menancapkan dirinya jadi kekuatan yang dipertimbangkan dalam perpolitikan dunia.
Acara tersebut mengumpulkan negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka sebagai kekuatan independen dalam suasana konflik Perang dingin antara blok Barat dan Timur.
Perang dingin saat itu memaksa banyak negara untuk memilih antara blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS) dan blok Timur yang dipimpin Uni Soviet. Dan konsekuensi dari pilihan mereka akan menjadikan negara-negara ini berkonflik satu sama lain.
Tapi KAA yang diselenggarakan Indonesia sebagai tuan rumah memberikan visi baru. KAA memberikan gambaran dunia dimana negara-negara yang saat itu sedang bersitegang dapat hidup berdampingan dengan damai.
Visi tersebut dipaparkan dalam sepuluh prinsip atau dasasila yang menjadi hasil diskusi panjang negara-negara peserta KAA dalam merumuskan rancangan tatanan dunia baru pascakolonial yang ingin mereka buat.
Sepuluh prinsip atau yang kemudian dikenal ‘Dasasila Bandung’ memiliki lingkup yang luas. Tapi pada dasarnya, prinsip-prinsip tersebut berputar kepada penghormatan negara-negara terhadap piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dasasila tersebut mendesak negara-negara untuk “Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam Piagam PBB.”
Setelahnya, dasasila itu juga berbicara mengenai “Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil.”
Dasasila ini juga meminta negara-negara untuk menghormati kedaulatan satu sama lain. Seperti yang termaktub dalam sila-sila “Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain. Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB.”
Kemudian, dasasila itu juga mendorong agar negara-negara menjaga keamanan global dengan menahan diri tidak membentuk kubu-kubu yang bisa mengakibatkan ketegangan satu dan yang lainnya.
Hal itu ditekankan dalam sila-sila “Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara lain. Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara.”
Dasasila Bandung juga mendesak negara-negara untuk menyelesaikan segala permasalahan dengan cara-cara yang damai. Sila “Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB,” membahas itu.
Serangkaian prinsip ini meminta agar negara-negara hidup demi kepentingan bersama dalam komunitas internasional yang diatur oleh hukum-hukum internasional. Dua sila terakhir menekankan negara-negara untuk “Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama,” dan “Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional.”
Dokumen “Pernyataan Mengenai Usaha Memajukan Perdamaian dan Kerjasama di Dunia” yang mendahului penyebutan prinsip-prinsip tersebut menjelaskan bahwa Dasasila Bandung ada untuk menjaga hubungan yang baik antara negara-negara di dunia. Agar mereka dapat hidup secara berdampingan bebas dari segala rasa kecurigaan dan ketakutan.
Setelah merasa “bebas dari perasaan curiga dan takut dan dengan saling mempercayai dan menunjukkan goodwill”’ para pencetus Dasasila Bandung berharap negara-negara diharapkan bisa menjalankan toleransi dan hidup bersama dalam perdamaian sebagai tetangga yang baik dan menjalankan kerja sama dalam suasana persahabatan.”
Merefleksikan kembali Dasasila Bandung, kita diingatkan oleh impian besar pendahulu-pendahulu negara kita untuk menciptakan komunitas internasional yang dapat hidup berdampingan secara harmonis.
Ini merupakan sebuah teguran keras bagi kehidupan dunia yang semakin tegang. Dan peran Indonesia di dalamnya yang masih bisa lebih optimal lagi melaksanakan salah satu amanat konstitusi, yaitu ‘ikut melaksanakan ketertiban dunia’.* (Bayu Muhammad)