JAKARTA – Ribuan orang memadati jalan-jalan raya utama di Bandung hari itu. Kehadiran mereka untuk menyambut kedatangan tokoh-tokoh penting yang datang jauh-jauh dari luar negeri.
Tidak hanya datang dengan niat menyambut para pesohor, tapi mereka juga membawa harapan pada hari itu.
Dari banyaknya pemandangan yang ada dalam momen Konferensi Asia-Afrika 1955 (KAA), mungkin tidak ada yang memunculkan kekaguman lebih daripada freedom walk.
Pada saat itu, perwakilan-perwakilan dan pemimpin-pemimpin dari berbagai negara yang baru merdeka seantero Benua Asia dan Afrika berjalan di pusat kota Bandung dengan kepala yang tegap.
Tegapnya badan dan kepala mereka menyimbolkan bangunnya kepercayaan diri yang datang dari kemerdekaan negara-negara di Asia dan Afrika dari imperialisme kekuatan-kekuatan Barat.
Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Roeslan Abdulgani mengenang pemandangan itu dalam tulisannya The Bandung Connection: Konperensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955, 1980.
“Hari Senin 18 April 1955 adalah hari besar bagi kota Bandung. Sejak pagi pukul 07.00 jalan Raya Timur (yang sejak beberapa hari sebelumnya kita ganti namanya dengan jalan Asia-Afrika) dari Hotel Preanger sampai ke alun-alun tertutup untuk kendaraan,” tulisnya.
“Rakyat mulai berjejal-jejal di pinggir jalan. Tidak hanya rakyat Indonesia, tetapi juga dari golongan India, Tionghoa, Arab dan sebagainya. Mereka ingin menyaksikan wakil-wakil dari negara asal mereka,” lanjut Roeslan.
Bukan tanpa alasan para delegasi dan kepala-kepala negara berjalan kaki. Menarik jika kita membayangkan acara-acara kenegaraan sekarang lekat dengan moda transportasi kendaraan pribadi yang menemani perjalanan para pejabat.
Tapi kali ini, mereka berjalan kaki untuk menghindari kemacetan yang diakibatkan padatnya jalanan oleh orang-orang yang menyambut dengan antusias.
Dengan mempertimbangkan kepadatan yang ada, mereka berjalan dari Hotel Savoy Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka yang berdekatan tempat KAA akan dibuka dengan pidato pihak pelaksana, termasuk Presiden Sukarno.
Tentu saja ada delegasi-delegasi yang menginap lebih jauh datang ke area sekitar Gedung Merdeka dengan menggunakan mobil. Tapi sesampai di sana, para delegasi juga akhirnya berjalan kaki untuk menembus keramaian yang ada.