6 months ago
1 min read

Mengambil Hikmah dari Lagu ‘Hari Lebaran’

Ismail Marzuki. (Foto: Web)

JAKARTA – Seperti hari raya lainnya, Idul Fitri atau Lebaran merupakan saat untuk selebrasi. Dan tidak ada selebrasi yang lengkap tanpa lagu yang pembawaannya cocok untuk momen tersebut.

Menyambut momen Lebaran pada tahun 1950-an, Ismail Marzuki menciptakan lagu yang masih dimainkan beberapa kalangan hingga kini.

Setelah berpuasa satu bulan lamanya
Berzakat fitrah menurut perintah agama
Kini kita beridul fitri berbahagia
Mari kita berlebaran bersuka gembira

Lagu tersebut mengajak pendengarnya untuk berbahagia setelah menjalankan ibadah puasa sesuai perintah agama selama satu bulan ke belakang.

Dalam lagunya itu, Ismail juga mengajak para pendengar untuk saling memaafkan. Dan menghilangkan dendam yang selama ini dimiliki terhadap orang lain. “Berjabatan tangan sambil bermaaf-maafan. Hilang dendam habis marah di hari lebaran,” bunyinya.

Tidak lupa, Ismail juga melantunkan doa untuk para pemimpin republik Indonesia yang baru saja meraih kemerdekaannya. Sekaligus memohon agar rakyat bisa hidup secara makmur. Berikut reff-nya yang memuat itu:

Minal aidin wal faidzin
Maafkan lahir dan batin
Selamat para pemimpin
Rakyatnya makmur terjamin

Menggeser kembali nyanyiannya dari unsur-unsur politis, Ismail memotret keadaan masyarakat saat merayakan Lebaran.

Dari segala penjuru mengalir ke kota
Rakyat desa berpakaian baru serba indah
Setahun sekali naik trem Listrik perey
Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore
Akibatnya tengteng selop Sepatu terompe
Kakinya pada lecet babak belur berabe

Ismail menggambarkan penduduk desa yang bertumpahan ke kota. Menikmati hal-hal yang tidak bisa ditemukan di tempat tinggal mereka, seperti naik kereta trem di perkotaan.

Tidak lupa, hiruk-pikuk mudik yang diikuti oleh banyak orang secara antusias juga dinyanyikan. Di mana Ismail melihat semangat itu ada dalam lecetnya kaki orang-orang yang berlalu-lalang.

Bukan hanya orang-orang yang berasal dari kampung, Ismail juga memotret perayaan Lebaran orang-orang di perkotaan yang dalam pandangannya lebih sinis lagi.

Cara orang kota berlebaran lain lagi
Kesempatan ini dipakai buat berjudi
Sehari semalam main ceki mabuk brandi
Pulang sempoyongan kalah main pukul istri
Akibatnya sang ketupat melayang ke mate
Si penjudi mateng biru dirangsang si istri

Dalam bait tersebut, Ismail tampaknya sedang mengkritik habis dekadensi orang-orang di kota yang merayakan hari yang suci dengan cara-cara yang tidak terpuji. Berbeda dengan orang-orang kampung yang tidak berlebihan dalam menghibur dirinya.

Selanjutnya, Ismail mengembalikan lagi lantunannya ke unsur-unsur politis. Kali ini, ia mengkritik para pejabat yang melakukan korupsi. Adapun reff-nya berbunyi:

Maafkan lahir dan batin
‘lang taon hidup prihatin
Kondangan boleh kurangin,
Korupsi jangan kerjain

Mengutip Historia (15/6/2018), Ninok Leksono dalam bukunya Ismail Marzuki; Senandung Melintas Zaman menjelaskan Ismail punya obsesi terhadap pemberantasan korupsi. Perasaan itulah yang dicurahkan dalam reffsebelumnya.

“Satu poin pada lirik lagu ini relevan dengan masa kini adalah ‘korupsi jangan kerjain’. Ismail tampak punya obsesi khusus pada pemberantasan korupsi, yang di masa itu pun rupanya sudah ada dan ia pandang sebagai praktik jahat yang harus dibasmi,” tulis Ninok.

Kini dan dahulu, lagu Hari Lebaran Ismail Marzuki tampaknya cukup menggambarkan keadaan Lebaran.

Seperti lagu itu, orang-orang utamanya masih merayakan Lebaran. Mereka masih jalan-jalan. Mereka masih bermaaf-maafan. Mereka masih pergi mudik. Dan para koruptor masih juga korupsi.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Idul Fitri 2024 Jatuh pada 10 April

JAKARTA – Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1445 H/2024 M jatuh

Hilal 1 Syawal 1445 H Terlihat

JAKARTA – Anggota Tim Hisab dan Rukyat Kementerian Agama, Cecep