JAKARTA – Bila dirunut ke belakang, biasanya pemenang Pemilu dan pemenang Pilpres itu linier atau berbanding lurus. Namun, yang terjadi pada Pemilu kali ini cukup ajaib. Pemenang Pemilu tak otomatis jadi pemenang Pilpres.
Lihat saja PDI-P. Sebagai partai pencetak hat-rick pemenang Pemilu, namun di pertarungan ketiga ini, partai banteng moncong putih itu keok di Pilpres. Apa yang terjadi? Kok bisa begitu?
Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, membeberkan sejumlah musababnya. Sebenarnya, kata Totok (panggilan akrabnya), semua lembaga survei memperlihatkan hasil yang sudah bisa diterka.
Kalau kita baca survei-survei yang rilis di Bulan Januari misalnya, PPP rata-rata mengatakan angkanya bahkan di bawah 3 persen. PSI malah cukup mengagetkan kalau lolos. “Kalau nggak lolos, itu lumrah dari hasil survei. Angka PSI itu paling tinggi 3 persen.”
Jadi, lanjut Totok, kalau ada orang yang kaget PSI tidak lolos, artinya dia bukan pembaca survei. Tapi sedang menafsirkan PSI ini pasti punya kekuatan besar. Tiba-tiba bisa mengubah hasil survei.
“Jadi ini sudah bisa diterka. Satu hal yang mengagetkan… ketika terjadi exit poll di hari-H, jadi pada jam 11.00-an itu lembaga sudah survei sudah tahu hasilnya. Rata-rata, ya udah kita kasih selamat kepada Prabowo-Gibran,” bebernya.
Tapi, kata Totok lagi, yang menarik adalah fakta mengenai Pileg. Hasil exit poll Gerindra itu bahkan di atas PDI-P, hampir 19 persen.
“Semua partai itu sesuai hasil exit poll-nya, tapi Gerindra ini beda. Dan itu secara statistik tidak bisa dijelasin. Ada apa di situ? Itu yang menarik,” kata Totok.
Makin menarik kalau langsung meluncur ke Total Politik: