11 months ago
3 mins read

Amerika Mulai Lepas Tangan di Ukraina

Seorang warga Ukraina menatap puing reruntuhan bangunan di kotanya. (Foto: Ukrainer.net)

JAKARTA – Bertahun-tahun lalu, Nigel Farage, yang memimpin partai sayap kanan jauh UKIP memprotes pembentukan tentara Uni Eropa (EU).

Dalam sidang parlemen EU pada Maret 2015, Nigel bertanya kepada Presiden EU Jean-Claude Juncker, ketika mengajukan pembentukan balatentara EU. “Kamu sedang bercanda ke siapa?”

Farage merasa rencana itu hanya akan mengundang reaksi Rusia yang merasa terancam dengan kekuatan militer EU. Menurutnya, warga Eropa tidak menginginkan pembentukan balatentara tersebut.

Namun, urgensi untuk membentuk tentara EU atau setidaknya memperkuat tentara di masing-masing negara Eropa semakin terasa. Serbuan Rusia ke Ukraina pada 2022 silam menjadi sebabnya.

Tak hanya menyerbu Ukraina tahun itu, tapi juga menunjukkan bahwa Kremlin bersikap tidak responsif terhadap usaha perdamaian oleh Ukraina.

Hal itu ditunjukkan ketika Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang setuju menerima permintaan Rusia agar Ukraina netral dan tidak bergabung dengan EU. Namun, Rusia tidak menghentikan serbuannya.

Bagi Ukraina, tindakan itu menunjukkan kalau negara Beruang Merah tidak tertarik dengan perdamaian. Dan bagi EU, hal itu menunjukkan kalau jaminan agar NATO tidak mengekspansi lebih jauh ke timur nyatanya tidak cukup untuk menghentikan agresi Rusia.

Hingga kini, perang di Ukraina terus berlanjut. Presiden Zelensky menyebut kalau sebanyak 31.000 tentara Ukraina kehilangan nyawa sejak invasi pada 2022.

Sementara itu, Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memastikan sebanyak 29.731 warga sipil Ukraina yang menjadi korban perang hingga Januari 2024.

Dalam wawancara daring (20/3/2024) dengan Totalpolitik.com, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin menyatakan bahwa situasi kian memburuk untuk warga sipil di Ukraina. “Mereka mengalami pengeboman setiap hari,” ujarnya.

Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin. (Foto: Twitter Vasyl Hamianin)

Peliknya, kata Vasyl, pihak Rusia sengaja mengincar korban-korban sipil. “Ini bukanlah collateral damage, melainkan serangan yang sengaja terhadap warga sipil Ukraina. Mereka menghancurkan kampung-kampung dan kota-kota.”

Kengerian perang itu mengkhawatirkan negara-negara Eropa lainnya. Tiga hari setelah serangan Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, Kanselir Jerman Olaf Scholz memberikan pidato yang monumental.

Ia mengumumkan zeitenwende atau ‘titik balik’ dalam kebijakan militer Jerman. Ke depannya, Jerman akan memperkuat militernya.

Pada saat bersamaan, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa Eropa tidak lagi bisa bergantung kepada pihak lain. “Kita tidak bisa bergantung pada pihak lain untuk mempertahankan diri,” tegasnya.

Kemandirian Eropa

Intinya, kemandirian Eropa menjadi prioritas, terutama di bidang keamanan. Dan hal itu segera dilakukan.

Pada 2023, Polandia mengeluarkan rencana untuk memperkuat angkatan bersenjatanya. Negara itu berencana untuk membeli ratusan tank dari Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan.

Termasuk 32 pesawat tempur F-35 AS yang diincar oleh banyak negara lainnya. Negara itu juga membeli kapal-kapal berjenis fregat dari Inggris.

Sementara itu, bantuan-bantuan militer ke Ukraina terus datang. EU sendiri telah mengirimkan bantuan sebesar 33 miliar EURO kepada Ukraina yang bisa digunakan untuk keperluan militer.

Di tengah tingginya permintaan untuk alutsista dari pemerintahan negara-negara Eropa dan Ukraina, industri pertahanan di Benua Biru mengalami pertumbuhan yang pesat.

Di Jerman, perusahaan pertahanan Rheinmetall mendapati nilai saham mereka naik 315 persen dalam rentang waktu dua tahun. Pada periode yang sama, saham BAE Systems di Inggris naik 105 persen.

Ketua Pusat Studi Eropa dan Eurasia Universitas Airlangga (Unair), Radityo Dharmaputra, melihat semakin menguatnya negara-negara Eropa dalam bidang pertahanan diakibatkan oleh kekhawatiran mereka terhadap ancaman militer dari Rusia.

“Eropa menyadari ancaman besar dari Rusia, sehingga mereka harus meningkatkan produksi senjata dan anggaran militer,” kata Radityo dalam wawancara daring dengan Totalpolitik.com.

Radityo menambahkan, tindakan negara-negara EU diakibatkan oleh mundurnya Amerika Serikat (AS) dari urusan keamanan di Eropa. Munculnya konflik-konflik baru seperti di Gaza mengalihkan fokus AS.

Dan hal itu sudah dirasakan dampak nyatanya. Pada akhir 2023, Presiden Zelensky menyampaikan bahwa pengiriman peluru meriam ke Ukraina berkurang sejak konflik antara Israel dan Hamas terjadi di Gaza.

Selain itu, Pemilhan Presiden (Pilpres) 2024 di AS nanti juga dirasa memiliki dampak. Menurut Radityo, negara-negara EU khawatir dengan kemungkinan terpilihnya Trump jadi Presiden AS menggantikan Joe Biden.

Jika terpilih lagi, Donald Trump mengatakan AS tidak akan menjaga EU melalui Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), jika negara-negara anggotanya tidak memberikan kontribusi finansial yang semestinya. Hal itu disampaikan Trump saat berkampanye pada Februari lalu.

“Saya tidak akan melindungi kamu. Malahan, saya akan mendorong mereka (Rusia) untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Kamu harus membayar,” tandas Trump.

Industri pertahanan

Tidak lama kemudian, Komisi Eropa yang jadi badan pembuat keputusan tertinggi di EU mengumumkan rencana untuk menginvestasikan lebih banyak modal ke industri pertahanan mereka.

Sepanjang 2025 hingga 2027, EU berencana menyuntikan USD 1,63 miliar ke dalam industri pertahanan mereka.

Radityo menilai, ke depannya EU akan menjadi lebih independen menentukan kebijakan pertahanannya dari AS. Terlebih, ancaman Rusia terhadap EU masih belum hilang.

“Mereka akan menyadari bahwa ancaman besar dari Rusia, minimal enam tahun ke depan (di era Putin), pasti akan membesar dan terus ada,” paparnya.

Di lain pihak, sebut Radityo, EU akan semakin solid dalam merespons konflik di Ukraina. Meskipun ada pertentangan-pertentangan dari politik domestik negara masing-masing.

Dubes Vasyl juga menyampaikan bahwa pihaknya terus membutuhkan bantuan dalam perang ini. “Saya berharap bantuan-bantuan dipertahankan. Saya membicarakan segala jenis bantuan. Baik finansial, militer, kemanusiaan, dan banyak lagi bantuan penting lainnya,” harapnya.

Ia juga mengakui tidak mudah menggantikan bantuan-bantuan militer yang tadinya datang dari AS. Namun, pihaknya menyadari kalau produksi amunisi, perlengkapan, dan senjata akan ditingkatkan oleh negara-negara Eropa. “Di luar beberapa amunisi yang kami produksi sendiri,” ungkapnya.

Serangkaian fenomena ini memperlihatkan EU yang lebih mandiri, Dan mereka semakin mampu membantu Ukraina dalam perang melawan Rusia tanpa bantuan pihak luar.*

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Serangan Ukraina di Kursk Berlanjut

JAKARTA – Dalam pidatonya saat perayaan Hari Kemerdekaan Ukraina, Presiden

Zelenskyy Minta Senjata Jarak Jauh untuk Lawan Rusia

JAKARTA – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, menuntut agar negara-negara sekutunya