JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana membentuk kabinet zaken dalam pemerintahannya yang akan datang. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, yang menekankan bahwa Prabowo ingin menunjuk para ahli untuk memimpin kementerian dan mengoptimalkan pembangunan.
“Pak Prabowo menginginkan kabinet zaken, di mana para menteri yang ditunjuk benar-benar memiliki keahlian di bidangnya,” ujar Muzani pada Minggu (15/9/2024).
Konsep kabinet zaken sendiri merujuk pada pemerintahan yang dipimpin oleh para profesional, dengan koalisi politik yang terbatas. Seperti dijelaskan oleh Hanta Yuda AR dalam bukunya Presidensialisme Setengah Hati, kabinet zaken menghadirkan teknokrat untuk menjamin stabilitas dan efektivitas pemerintahan.
Sejarah Kabinet Zaken di Indonesia
Istilah kabinet zaken pertama kali muncul pada masa Demokrasi Liberal, tepatnya pada penghujung Orde Lama ketika Presiden Soekarno menunjuk Ir Djuanda untuk memimpin pemerintahan pada 1957. Langkah ini diambil guna mengatasi ketidakstabilan politik yang diakibatkan oleh seringnya pergantian kabinet akibat mosi tidak percaya dari partai-partai politik.
Pada masa itu, enam kabinet berguguran dalam waktu singkat, dengan Kabinet Ali Sastroamidjojo I dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berumur hampir dua tahun sebagai yang terlama. Krisis politik berujung pada krisis di berbagai sektor, terutama ekonomi, sehingga pembangunan nasional terhambat.
Mohammad Hatta dalam tulisannya Demokrasi Kita menggambarkan bagaimana ketidakstabilan politik mengakibatkan daerah-daerah penghasil devisa tidak merasakan manfaat pembangunan. Kekecewaan ini memicu ketidakpuasan hingga lahirnya pemberontakan PRRI/Permesta pada tahun 1956.
Meraba Kabinet Zaken di Era Prabowo
Dalam menghadapi tantangan global dan ketidakpastian ekonomi yang semakin kompleks, Presiden terpilih Prabowo Subianto tampaknya ingin menghindari krisis politik yang pernah melanda Indonesia pada era sebelumnya. Krisis-krisis politik yang menggoyahkan pemerintahan di masa lalu mengajarkan pentingnya kestabilan untuk menjalankan program pembangunan yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, Prabowo terlihat berkomitmen membangun pemerintahan yang kuat dengan mengedepankan kabinet teknokratis atau zaken kabinet—sebuah langkah yang mengedepankan profesionalisme dan kompetensi di atas segala kepentingan politik.
Dengan beragam program yang diusungnya, mulai dari penyediaan makanan bergizi gratis hingga peningkatan ketahanan nasional, Prabowo memerlukan dukungan dari para ahli yang mumpuni di bidangnya masing-masing. Indonesia sendiri memang tidak kekurangan figur-figur profesional nan kompeten di berbagai bidang.
Sektor pendidikan menjadi salah satu sektor vital yang membutuhkan perhatian khusus. Beberapa nama tokoh profesional telah mencuat sebagai kandidat potensial. Salah satunya adalah Prof. Muhadjir Effendy, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sekaligus Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Dengan pengalamannya yang luas dan kepemimpinannya di Muhammadiyah, Muhadjir telah berhasil mengimplementasikan berbagai kebijakan strategis yang bertujuan untuk memperkuat fondasi pendidikan di Indonesia.
Selain itu, Prof. Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, dikenal atas kontribusinya dalam memperjuangkan pendidikan berbasis nilai-nilai moral dan kebangsaan. Kedua figur ini dinilai memiliki kredibilitas dan kompetensi dalam memimpin sektor pendidikan.
Di sektor pertahanan, nama Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin sering disebut sebagai salah satu kandidat yang kuat. Dengan pengalaman panjang di TNI AD, termasuk posisi sebagai Wakil Menteri Pertahanan dan saat ini sebagai Asisten Khusus Menteri Pertahanan, Sjafrie memiliki pemahaman mendalam tentang manajemen pertahanan negara. Penghargaan Bintang Mahaputra Utama yang diterimanya merupakan pengakuan atas dedikasinya dalam menjaga stabilitas nasional. Alternatif lain yang patut diperhitungkan adalah Silmy Karim, seorang ahli pertahanan yang saat ini menjabat sebagai Dirjen Imigrasi dan memiliki latar belakang pendidikan militer internasional.
Sektor ekonomi juga membutuhkan tokoh-tokoh dengan wawasan global. Prof. Bambang Brodjonegoro, mantan Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dikenal luas karena pengalamannya dalam mengelola perekonomian negara. Dia menerima penghargaan Best Minister in the World pada World Government Summit 2020 atas kontribusinya di bidang ekonomi dan perencanaan.
Di sisi lain, Chatib Basri, mantan Menteri Keuangan, juga dianggap sebagai salah satu ekonom dengan wawasan yang tajam dan pengalaman di tingkat global, termasuk sebagai penasihat di Bank Dunia. Nama Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri BUMN dan mantan Dirut Bank Mandiri, juga muncul sebagai kandidat yang kompeten berkat perannya dalam reformasi BUMN dan keberhasilan memimpin salah satu bank terbesar di Indonesia.
Program-program Prabowo yang fokus pada gizi nasional memerlukan sosok yang tangguh. Prof. Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional, dengan latar belakang akademis dari IPB, dianggap sebagai sosok ideal untuk menangani isu gizi, terutama dalam mewujudkan program makanan bergizi gratis. Pengangkatannya sebagai Kepala Badan Gizi Nasional juga dianggap menjadi upaya transisi menuju pemerintahan berikutnya.
Tentu saja persoalan gizi juga beririsan dengan isu kesehatan. Di bidang itu, tokoh-tokoh ahli seperti Prof Budi Wiweko selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran UI atau Letjen (Purn) Prof Terawan Agus Putranto selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran Militer Universitas Pertahanan bisa dipertimbangkan sebagai Menteri Kesehatan melihat latar belakangnya yang mumpuni. Kemudian, Dr Benjamin Paulus Octavianus yang merupakan lulusan Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Universitas Brawijaya (UB) dengan keahlian di penyakit paru-paru juga bisa menjadi opsi.
Di sektor infrastruktur dan teknologi, nama Prof. Mohammed Ali Berawi, guru besar dari Universitas Indonesia dan peraih penghargaan Top 2% Scientist Worldwide versi Stanford University, yang saat ini juga menjabat sebagai Deputi Transformasi Hijau dan Digital di Otorita IKN muncul ke permukaan. Ia berhasil mentransformasi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi kota cerdas yang banyak diperbincangkan, termasuk inovasi taksi terbang dan trem otonom. Posisinya sebagai tokoh penting dalam pembangunan IKN menjadikannya kandidat kuat untuk portofolio infrastruktur atau teknologi.
Di sisi lain, Ignasius Jonan, mantan Menteri Perhubungan dan Direktur Utama PT KAI, telah berhasil mereformasi sektor perhubungan dan transportasi, termasuk modernisasi perkeretaapian. Reputasinya sebagai reformis sektor transportasi menjadikan Jonan kandidat potensial untuk kembali memimpin di bidang ini.
Sektor penelitian dan riset juga menjadi perhatian. Prof. Abdul Haris, Wakil Rektor Universitas Indonesia dan Dirjen Diktiristek di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dinilai memiliki rekam jejak yang solid dalam membangun fondasi pendidikan tinggi berbasis riset.
Sementara itu, Prof. Arif Satria, ahli ekologi politik dari IPB, telah dikenal luas di kalangan akademisi atas karyanya di bidang kebijakan lingkungan. Keterlibatannya sebagai panelis dalam debat Pilpres 2024 menunjukkan kapasitasnya dalam memahami isu-isu sektoral dan tantangan yang dihadapi Indonesia di masa depan.
Dengan komposisi kabinet yang teknokratis dan dipimpin oleh para ahli dari berbagai sektor, Prabowo Subianto diharapkan mampu mewujudkan visi pembangunan Indonesia yang lebih maju dan berdaya saing global, sekaligus menjaga stabilitas politik yang krusial di tengah dinamika global yang tak terprediksi. Dengan latar belakang para figur yang dipilih, Indonesia akan memiliki fondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang datang di masa depan.*
Baca juga: Pemerintahan Jokowi Capai 99 Persen Rasio Elektrifikasi Nasional