JAKARTA – Presiden Iran Ebrahim Raisi meninggal dunia akibat kecelakaan helikopter pada Hari Minggu (19/5/2024).
Helikopter yang ditumpangi Raisi jatuh di kawasan pegunungan Provinsi Azerbaijan Timur, Iran, ketika sedang menghadapi cuaca buruk.
Pada hari Senin (20/5/2024), Red Crescent mengungkapkan tim pencarian dan penyelamatan (SAR) tidak menemukan penyintas di lokasi kecelakaan.
Raisi ditemukan meninggal bersama dengan pejabat-pejabat tinggi Iran lainnya seperti Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Hossein Amir Abdollahian, dan Gubernur Azerbaijan Timur Malek Rahmati yang menumpang di helikopter yang sama.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah melantik Wakil Presiden (Wapres) Iran, Mohammad Mokhber, sebagai penjabat presiden.
Mokhber akan bertugas sampai dengan Iran mengadakan pemilihan presiden (pilpres) dalam rentang waktu 50 hari ke depan.
Ulah intelijen asing?
Pakar intelijen dari Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta, menjelaskan komunitas intelijen tidak bisa menganggap kejadian ini sebagai kecelakaan biasa.
“Dalam telaah intelijen ini menarik karena tidak bisa dianggap sebagai kecelakaan begitu saja, apalagi Iran sedang berkonflik dengan Israel,” katanya saat diwawancarai Totalpolitik.com, Senin (20/5/2024).
Riyanta berpendapat, Iran akan melakukan investigasi yang rinci setelah masa rakyatnya selesai berkabung.
“Setelah masa berkabung, Iran pasti akan melakukan penyelidikan yang sangat detail, terutama terkait potensi adanya sabotase atau cipta kondisi atas kecelakaan tersebut,” lanjutnya.
Terlebih, Israel sempat mengatakan akan membalas serangan rudal Iran bulan lalu. Menurutnya, intelijen tidak pernah menganggap sesuatu hal terjadi karena kebetulan. Pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang terkait menjadi penting untuk turut diperhatikan.
“Intelijen selalu menganggap sesuatu tidak ada yang kebetulan. Walaupun intelijen bekerja berdasarkan fakta, bukti, namun indikasi-indikasi termasuk pernyataan akan membalas itu menjadi suatu petunjuk penting,” terangnya.
Akan tetapi, Riyanta tidak menafikan bahwa bukti adanya keterlibatan pihak asing sulit untuk diperoleh pihak yang berwenang.
“Bukti tentu tidak akan mudah ditemukan jika itu benar dilakukan oleh intelijen, tetapi kecenderungan sebab akibat menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan,” katanya.
Israel punya andil?
Sejauh ini, Tel Aviv belum memberikan tanggapan resmi terhadap kenaasan yang terjadi kepada Raisi dan rombongan. Tapi pejabat Israel mengungkapkan kepada Reuters negaranya tidak memiliki andil dalam kecelakaan tersebut.
“Itu bukan kami,” ujar pejabat yang meminta agar tetap identitasnya tetap anonim.
Sementara itu, politikus senior Amerika Serikat (AS), Chuck Schumer, mengaku diberikan informasi oleh pihak intelijen bahwa tidak ada ‘permainan busuk’ dalam kecelakaan yang berujung kepada kematian beberapa jajaran pemimpin tertinggi Iran.
Riyanta menyampaikan pemerintah Indonesia harus berhati-hati. Kecelakaan Raisi bisa digunakan untuk menarik simpati dari kelompok-kelompok milisi yang ada di Timur Tengah.
“Ini bisa menarik simpati dari kelompok garis keras seperti Hamas, Hezbollah, Taliban dan lain-lain,” katanya.
Ia khawatir jika kelompok-kelompok tersebut bereaksi terlalu keras, maka bisa juga memberikan dampak ke Indonesia.
“Jika kelompok garis keras tersebut reaktif dampaknya juga bisa sampai ke Indonesia. Mengingat kelompok garis keras di Indonesia juga mempunyai hubungan emosional dengan kelompok garis keras di Timteng,” tandasnya.* (Bayu Muhammad)
Baca juga:
Helikopter Membawa Presiden Iran Jatuh
Iran Serang Israel dengan Ratusan Misil
Hujani Israel dengan Misil, Iran Klaim Hanya Bela Diri