JAKARTA – Bupati Temanggung Agus Setyawan melayangkan surat kepada Dirjen Bea dan Cukai untuk meminta audiensi terkait dampak penghentian pembelian tembakau oleh PT Gudang Garam yang nilainya ditaksir mencapai lebih dari Rp 1 triliun per tahun.
Langkah ini diambil sebagai respons atas anjloknya penyerapan tembakau lokal yang mengancam mata pencaharian ribuan petani di Temanggung dan sekitarnya.
“Kami sudah bersurat ke Bea Cukai sekitar empat-lima hari lalu. Isinya permohonan audiensi untuk menyampaikan langsung kondisi di lapangan serta meminta pemerintah pusat mengevaluasi kebijakan yang ada,” ujar Agus, Jumat (20/6/2025).
Sejak tahun 2024, Gudang Garam diketahui menghentikan pembelian tembakau baru dari kawasan Temanggung. Perusahaan yang biasanya menyerap lebih dari 450 ribu keranjang tembakau—dengan estimasi nilai pembelian lebih dari Rp1 triliun—tidak lagi menjadi penopang utama petani di wilayah ini.
“Kondisi ini membuat posisi tawar petani sangat lemah. Meskipun hasil panen masih bisa diserap pabrikan lain seperti Djarum, Nojorono, atau Sukun, volume pembelian mereka tidak mencukupi,” tambahnya.
Agus juga telah melakukan kunjungan langsung ke beberapa perusahaan rokok besar, termasuk rencana audiensi ke kantor pusat Gudang Garam di Kediri pada 10 Juni 2025 lalu. Tujuannya adalah mencari peluang agar pabrikan tetap bisa menyerap tembakau Temanggung.
Agus menilai salah satu penyebab utama turunnya penyerapan tembakau adalah kebijakan kenaikan cukai rokok yang berdampak pada turunnya daya beli masyarakat dan meningkatnya peredaran rokok ilegal.
“Faktanya, rokok ilegal justru tumbuh subur. Negara tidak dapat pemasukan cukai, petani tidak laku panennya, buruh pabrik pun was-was,” tegas perwakilan Pemkab.
Menurut Agus, produksi tembakau di Temanggung mencapai sekitar 11 ribu ton per tahun, belum termasuk suplai dari daerah sekitar seperti Wonosobo, Kendal, Magelang, dan Boyolali. Totalnya diperkirakan lebih dari 20 ribu ton per tahun.
“Kami berharap pemerintah pusat segera hadir untuk mencarikan solusi bersama. Jangan sampai hajat hidup para petani dan buruh rokok terganggu karena kebijakan yang tidak berpihak,” tutupnya.
Sementara itu Anggota DPR RI Sofwan Dedy Ardyanto menyebut semakin terjepitnya industri hasil tembakau akibat kebijakan kenaikan cukai rokok yang terus diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir. Ia menyebut situasi ini sebagai “puncak gunung es” dari persoalan struktural di industri hasil tembakau.
“Industri rokok legal sekarang ini sedang dalam kondisi terpojok. Kinerja perusahaan menurun, penjualan menurun, dan stok masih tinggi. Bahkan Gudang Garam tahun ini tidak membeli tembakau dari Temanggung,” ujar Sofwan.
Menurut Sofwan, kebijakan cukai yang terus meningkat merupakan respons pemerintah terhadap ratifikasi konvensi internasional pengendalian tembakau. Namun, langkah ini justru menciptakan celah bagi maraknya peredaran rokok ilegal.
“Ketika harga rokok legal naik karena cukai, masyarakat beralih ke rokok ilegal yang harganya jauh lebih murah. Sebagian besar rokok ilegal ini datang dari China dan masuk ke pasar Indonesia tanpa cukai,” katanya.
Sofwan mengungkapkan bahwa fenomena ini berdampak langsung pada petani tembakau lokal. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan Bupati Temanggung untuk menjaga keberlangsungan industri tembakau daerah, termasuk upaya melakukan pendekatan ke industri rokok terkait penyerapan hasil panen.
Namun, Sofwan mengaku hasilnya cukup mengejutkan. Salah satu produsen besar, Gudang Garam, memutuskan tidak membeli tembakau lokal tahun ini karena tekanan bisnis internal dan eksternal. “Ini sangat mengkhawatirkan bagi para petani. Temanggung itu salah satu lumbung tembakau nasional,” tambahnya.
Sofwan menilai, meski pada 2025 ini tidak ada kenaikan cukai, dampak dari kebijakan sebelumnya masih sangat terasa. “Ini seperti akumulasi sakit yang terus menumpuk. Kalau kemarin flu ringan, sekarang sudah akut. Kalau penindakan terhadap rokok ilegal tidak serius, industri kita bisa kolaps,” tegasnya.*
[…] Baca juga: Krisis Penjualan Tembakau di Temanggung: Diserang Rokok Ilegal […]