JAKARTA – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, memberikan pandangan terkait konsep joint development di wilayah sengketa Laut China Selatan.
Menurutnya, konsep ini tidak hanya tentang eksploitasi sumber daya, tetapi juga melibatkan pengakuan politik yang memiliki dampak strategis bagi negara yang terlibat.
“Waktu Timor Timur masih bagian dari Indonesia. Kita kan punya masalah dengan Australia. Ada yang Timor Gap, ada yang bagian kita sendiri, ada yang bagian Australia, ada yang joint. Kemudian, bagian Australia kok lebih banyak minyaknya? Benar. Tapi kok mau ditekan? Karena waktu itu Pak Mukhtar bilang kita perlu pengakuan dari Australia. Kan intangible nya, bukan tangible nya saja,” katanya di Total Politik.
Prof. Hikmahanto Juwana melihat kesamaan situasi ini dengan dinamika di Laut China Selatan.
“Sekarang sama China, oke kita buat joint development. Tapi yang penting bagi China bukan joint development, bukan duitnya yang keluar dari situ, tapi pengakuan dari Indonesia,” ujarnya.
“Sehingga masyarakat internasional itu tahu dalam kompetisi ini Indonesia ada di mana. Katanya kita mau menjalankan politik luar negeri bebas aktif,” sambungnya.
Ia menegaskan pentingnya Indonesia menjaga keseimbangan dalam politik luar negeri bebas aktif tanpa memihak kekuatan besar.*