JAKARTA – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) merupakan kejadian yang masih diselimuti oleh kabut misteri hingga kini. Terdapat banyak keterangan dari berbagai pihak yang berusaha untuk memberikan kejelasan.
Salah satunya adalah Presiden Sukarno dalam Pidato Pelengkap Nawaksara yang dibuat untuk melengkapi Pidato Pertanggungjawaban Sidang Umum ke-IV Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 22 Juni 1966.
Menurut Sukarno, penyelidikan yang telah ia lakukan mengungkapkan tiga hal seputar G30S yang dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai pelaksananya.
Ia mengatakan kalau peristiwa itu disebabkan oleh kesalahan dalam pimpinan PKI, penyimpangan oleh elemen-elemen neo-kolonialis dan imperialis (Nekolim), dan tindakan oknum-oknum yang disebut tidak benar.
“Penyelidikanku yang seksama menunjukkan, bahwa peristiwa G.30.S itu ditimbulkan oleh “pertemuannya” tiga sebab, yaitu: a. keblingeran pimpinan PKI; b. kelihaian subversi Nekolim; c. memang adanya oknum-oknum yang tidak benar,” katanya.
Dalam buku yang berjudul Memoar Sidarto Danusubroto Ajudan Bung Karno Sisi Sejarah yang Hilang: Masa Transisi di Seputar Supersemar, karangan Asvi Warman Adam, dikatakan Sukarno sebenarnya ingin menggunakan kata ‘jenderal yang tidak benar’ untuk mengacu kepada sosok Jenderal Suharto.
Akan tetapi, Sukarno mengurungkan niat setelah mendapatkan saran dari orang-orang terdekatnya dan menggunakan kata oknum sebagai gantinya.
Protes keras Sukarno
Asvi menulis pada saat itu Sukarno memiliki informasi dari empat angkatan bersenjata dan Biro Pusat Intelijen. Ia dipercaya punya akses yang luas kepada informasi-informasi seputar G30S yang terjadi.
Setelah itu, Sukarno mempertanyakan mengapa ia dimintai pertanggungjawaban atas kejadian G30S yang memakan nyawa beberapa petinggi Angkatan Darat (AD).
“Kenapa saya saja yang diminta pertanggungan-jawab atas terjadinya G.30.S atau yang saja namakan Gestok itu?” ujarnya.
Sebelumnya, ia juga berkesempatan memprotes pemakaian kata Gestapu untuk merujuk kepada G30S. Alih-alih kata tersebut, Sukarno memilih untuk menyebutnya Gerakan Satu Oktober atau dengan singkatannya ‘Gestok’.
“Saya menyebutkannya “Gerakan Satu Oktober”, singkatannya Gestok. PKI sendiri menyebutkannya (demikian ternyata dari penyelidikan): Gerakan Tiga Puluh September. Kalau kita singkatkan kata-kata ini, maka seharusnya menjadi “Getipus”, tidak “Gestapu,” katanya.* (Bayu Muhammad)
Baca juga: Hatta: Tak Mungkin Revolusi Berjalan Terlalu Lama