2 months ago
1 min read

Hatta: Tak Mungkin Revolusi Berjalan Terlalu Lama

Bung Hatta (kanan). (Foto: Akun X @potretlawas)

JAKARTA – Mohammad Hatta kerap melontarkan kritisme terhadap berbagai fenomena politik yang terjadi pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Salah satunya adalah soal jalannya revolusi nasional yang berjalan terlalu lama.

Dalam pidatonya yang disampaikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 27 November 1956, Bung Hatta menyalahkan revolusi yang berjalan terlalu lama sebagai sebab terjadinya anarki politik dan tindakan-tindakan ekonomi yang mengacaukan kala itu.

Sebelumnya, Hatta menjelaskan saat itu rakyat mengalami ketidakpuasan yang mendalam karena pembangunan yang diharapkan tidak lekas memberikan dampak manfaat bagi mereka.

“Pembangunan dirasakan tidak berjalan sebagaimana mestinya, seperti yang dicita-citakan masih jauh saja, sedangkan nilai uang semakin merosot. Demikian besarnya pertentangan antara kenyataan dan harapan, sehingga jiwa yang gusar tidak melihat lagi pembangunan-pembangunan yang benar-benar dijalankan dan memberikan hasil yang positif,” katanya.

Kemudian, bangsa Indonesia juga menemukan pertumbuhan politiknya terhambat karena perselisihan antar pelaku-pelaku politik yang terjadi.

“Pembangunan demokrasi pun terlantar karena percekcokan politik senantiasa. Indonesia yang adil. Yang ditunggu-tunggu, masih jauh saja,” sambungnya.

Menurut Hatta, semua permasalahan itu terjadi karena bangsa Indonesia gagal menyelesaikan revolusi nasionalnya pada waktu yang tepat.

“Suatu analisa sosial yang mendalam akan menunjukkan, bahwa segala pemberontakan dan perpecahan, anarkhi politik dan avonturisme serta tindakan-tindakan ekonomi yang mengacaukan, adalah akibat daripada revolusi nasional yang tidak dibendung pada waktu yang tepat,” jelasnya.

Ia pun menyinggung ada pihak yang ‘salah benar’ dalam menyatakan revolusi nasional belum selesai.

‘Revolusi harus dibendung’

Menurut Hatta, revolusi merupakan proses penguncangan terhadap masyarakat. Dalam bahasanya, pasak-pasak dibuat longgar dengan tiang-tiangnya. Oleh karena itu, revolusi tidak boleh berlangsung terlalu lama.

“Tak mungkin revolusi berjalan terlalu lama. Sebab, apabila tidak dibendung pada waktu yang tepat, pasak dan tiang yang jadi longgar terus berantakan dan akhirnya seluruh bangunan ikut berantakan,” ujarnya.

Menurut Hatta, langkah-langkah membangun kesadaran dan kemampuan rakyat banyak untuk membangun kehidupan bernegara, salah satunya di ranah demokrasi, harus dilakukan segera setelah revolusi berakhir.

“Sebetulnya, revolusi nasional kita, setelah berjalan beberapa tahun, harus dibendung, dipimpin secara teratur untuk mendidik orang banyak ke jalan menginsafi tanggung jawab di dalam demokrasi,” terang Hatta.

Tapi dengan tidak adanya pelatihan untuk rakyat bertanggungjawab dan berkemampuan berdemokrasi, dan Indonesia dipaksa menjalankan pemerintahan demokrasi parlementer, maka yang terjadi adalah tidak ada demokrasi atau parlemen dalam praktiknya.

“Alhasil yang terdapat anarkhi politik, yang kita alami sejak beberapa tahun yang akhir ini,” lanjut Hatta.* (Bayu Muhammad)

Baca juga: Indonesia Memasuki Tahun ‘Vivere Pericoloso’

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Penjelasan Sukarno tentang Peristiwa Gerakan 30 September

JAKARTA – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) merupakan kejadian yang

Bung Karno dan Rehabiitasi Sejarah

JAKARTA – Peristiwa krusial Pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 pada