JAKARTA – Seorang putra yang lahir dari kandungan ibu pertiwi pernah menjadi anggota parlemen di Belanda. Di sana, ia memberikan banyak terhadap perjuangan rekan-rekan sebangsanya di Indonesia.
Pada 1928, Lambertus Nicodemus ‘Nico’ Palar berangkat ke Amsterdam, Belanda untuk belajar ekonomi dan sosiologi. Ia langsung berkontak dengan gerakan kaum buruh yang saat itu tengah mencari dan menentukan sikap terhadap kolonialisme.
Salah satunya, ia bertemu dengan kaum kiri di Partai Buruh Sosial Demokrat (SDAP) yang memiliki pandangan harus mendukung perjuangan bangsa-bangsa yang terjajah hingga mencapai kemerdekaan negaranya masing-masing.
Program mereka, salah satunya untuk mendukung tokoh-tokoh nasionalis di Indonesia, seperti MH Thamrin, Suroso, dan Dr Sam Ratulangi dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Sikap tersebut mendorong Palar untuk bergabung dengan SDAP. Ia diberi tugas menjadi Sekretaris Komisi Kolonial partai tersebut. Dalam kapasitas itu, ia mengumpulkan bahan-bahan yang penting berkaitan dengan upaya perjuangan nasional.
Palar juga mengepalai persbureaeu ‘Persindo’ yang rajin mengirim bahan ke surat-surat kabar dan majalah-majalah di tanah air.
Perubahan angin
Namun, kemesraan antara Palar dengan SDAP dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota parlemen tidak berlangsung lama. Hubungannya segera renggang setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 habis Perang Dunia II berakhir.
Dilansir dari Tirto.id, Palar mendukung proklamasi Indonesia dan mempromosikannya di parlemen Belanda. Ternyata, petinggi-petinggi Partij van de Arbeid (PvdA) yang meneruskan SDAP belum siap menerimanya.
Palar dengan lantang berkata dalam kongres partai, “Jika kita mengakui kenyataan adanya Republik (Indonesia), maka kita harus juga mengakui Sukarno sebagai presidennya!”
Kegigihan Palar membela Indonesia dan kepemimpinan Sukarno di parlemen Belanda membuat rekan-rekannya di PvdA geram.
Akhirnya, Palar memutuskan untuk mengundurkan diri dari partai dan parlemen Belanda ketika menyetujui agresi militer pada 1947.
Pada waktu-waktu berikutnya, Palar mengemban tugas sebagai diplomat yang dikirim ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mewakili Indonesia.
Dalam kapasitasnya yang baru, Palar berusaha menggalang dukungan dari negara-negara lain terhadap Indonesia yang sedang digempur oleh agresi militer Belanda.
Perjuangan Palar di ranah diplomasi didukung oleh wakil Indonesia di India Dr Soedarsono, Menteri Luar Negeri (Menlu) Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) AA Maramis, DAN Soemitro Djojohadikoesoemo.* (Bayu Muhammad)
Baca juga:
Mosi Integral Natsir Selamatkan Indonesia
Bantu Belanda, Pribumi Minta Pemenuhan Hak