5 months ago
1 min read

Sutan Sjahrir di Mata YB Mangunwijaya

Sutan Sjahrir. (Foto: Wikipedia)

JAKARTA – Revolusi Nasional Indonesia melahirkan banyak tokoh pendiri bangsa yang menarik. Sutan Sjahrir, politikus beraliran kiri yang menjadi Perdana Menteri (PM) Indonesia adalah salah satu di antaranya.

Sjahrir jadi menarik bukan semata-mata karena merupakan seorang pejuang era revolusi, tapi juga karena sikapnya terhadap perjuangan Indonesia yang memperlihatkan perbedaan dari rekan-rekannya.

Romo Yusuf Bilyarta (YB) Mangunwijaya di buku Manusia dalam Kemelut Sejarah menuliskan keistimewaan Sjahrir itu.

Dalam tulisannya, Romo Mangun menemukan sosok revolusioner yang berhati-hati dan berkepala dingin, tanpa mengurangi sedikitpun semangat perjuangannya.

Jika Sukarno melihat musuh terbesar bangsa Indonesia adalah kaum-kaum penjajah yang ingin kembali berkuasa di Indonesia, Sjahrir—selain itu—juga melihat adanya bahaya dari kaum sebangsanya sendiri.

Baginya, ekses-ekses dari revolusi yang berwujud anarkisme segelintir rakyat karena terlalu bersemangat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia juga bisa jadi masalah. Dan baginya, inilah masalah yang paling besar dihadapi oleh bangsa Indonesia.

“Bukan dari luar bahaya terbesar mengancam republik muda ini. Bahaya yang terbesar sebenarnya sudah bersarang di dalam Bangsa Indonesia sendiri,” tulis Romo Mangun.

Ketika Sukarno membakar semangat perjuangan rakyat dan memobilisasi mereka, Sjahrir bekerja keras untuk memastikan tenaga-tenaga rakyat disalurkan secara tepat.

“Jika suatu revolusi mempunyai pimpinan, maka adalah kewajiban pimpinan itu untuk menghindarkan pemborosan tenaga di dalam revolusi,” lanjut Romo Mangun.

Pemborosan yang ia maksud lagi-lagi adalah sikap anarkis yang ditunjukkan dan dilakukan oleh segelintir massa yang terbakar oleh euforia revolusi.

Karenanya, tak mengherankan Sjahrir memikirkan, menginisiasi, dan menjalankan cara-cara perjuangan yang lebih kepala dingin.

Salah satu bentuknya adalah memperjuangkan agar Indonesia mendapatkan pengakuan dari komunitas internasional, meskipun harus berdiplomasi juga dengan Belanda.

Dan prestasinya tidak kalah dengan Sukarno. Upaya-upaya Sjahrir juga membuahkan hasil. Ia merancang pengungsian tahanan-tahanan perang Jepang dan Sekutu.

Ia juga mendatangkan kedaulatan de facto terhadap Indonesia dengan berpolitik di kancah internasional. Seperti menjual beras kepada India untuk menunjukkan kemampuan Indonesia berpartisipasi dalam kehidupan perekonomian dunia.

“Dengan cepat dan luwes pula Sjahrir menembus blokade Belanda sembari memperoleh pengakuan de facto lebih kokoh lagi terhadap Republik dan aparaturnya dengan jalan penjualan beras setengah juta ton kepada India,” tulis Romo Mangun.

Melalui cara-cara itu, Sjahrir semakin menyudutkan posisi Belanda, terutama di kancah diplomasi yang semakin dibuat sulit untuk menyangkal Indonesia dari hak kedaulatannya sebagai negara yang merdeka.

Perjuangan Sjahrir dengan kepala dingin, terutama di ranah diplomasi melengkapi perjuangan Sukarno dan kaum nasionalis di Indonesia dalam membakar dan menjaga api perjuangan rakyat.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Sukarno Bawa Indonesia Seberangi Jembatan Emas Kemerdekaan

JAKARTA – Ketika Sukarno berpidato soal Pancasila Bulan Juni 1945