1 year ago
1 min read

‘Pembebasan Irian Barat Usai Salat Id’

Ilustrasi Operasi Trikora. (Foto: RRI)

JAKARTA – Lautan massa berkumpul di hamparan tanah yang membentang antara Istana Merdeka dan Istana Negara. Mereka datang untuk melaksanakan salat Id berjamaah. Hadir di antara mereka adalah Presiden Sukarno.

Waktu itu, hari raya di pengujung bulan Ramadan atau Idul Fitri jatuh pada 8 Maret 1962. Seperti biasanya, hari raya itu jadi momen yang besar bagi mereka yang beragama Islam. Dan bagi Sukarno yang selalu menjadikan setiap pertemuannya dengan masyarakat sebagai momen penting.

Selain turut melaksanakan salat Id, Sukarno juga mengambil kesempatan untuk berpidato. Lagi-lagi sang proklamator ingin menyampaikan pesan kepada rakyat Indonesia.

Berdasarkan artikel yang terbit di Historia (26/5/2024), Sukarno mengawali pidatonya dengan melakukan apa yang lazim dilakukan oleh orang Indonesia ketika merayakan Idul Fitri, yaitu meminta maaf untuk segala kesalahan yang mungkin diperbuat.

“Kepada siapapun saja yang saya kenal dan yang mengenal kepada saya. Minta dimaafi kesalahan-kesalahan saya, yang saya ketahui dan yang saya tidak ketahui,” ucap Sukarno.

Sebelum masuk ke dalam topik pembicaraan pada hari itu, Sukarno menyuarakan pendapatnya mengenai perayaan ldul Fitri yang tengah berlangsung.

Ini bukan kali pertamanya ia berkomentar tentang kehidupan beragama rakyat yang dipimpinnya, terutama yang beragama Islam. Banyak di antaranya menjadi kontroversi.

“Saudara-saudara, bahwa meskipun Hari Id, baik Idul Fitri maupun Idul Kurban, adalah hari yang dimuliakan, menurut saya tidak ada satu kalimat bahkan tidak ada satu kata di dalam kitab Quran bahwa di kedua hari ini, baik Idul Fitri maupun Idul Kurban, harus nganggur,” lanjut Sukarno.

Sesuai dengan semangat revolusioner yang masih menyelimuti kehidupan masyarakat waktu itu, Sukarno berpesan agar rakyat tidak berlarut-larut dalam suasana perayaan.

Alih-alih, nganggur dengan dalih merayakan Lebaran, Sukarno mendorong mereka untuk melanjutkan kesibukan mereka

Rakyat Indonesia diminta agar tidak nganggur, artinya mereka dituntut untuk kerja. Dan pekerjaan untuk rakyat yang ada di benak pikiran Sukarno waktu itu tidaklah ringan.

Dengan tidak nganggur, Sukarno meminta segenap rakyat Indonesia yang kala itu merayakan Idul Fitri untuk berjuang membebaskan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda.

“Saya menghendaki kepada rakyat Indonesia, pergiat, pergiat, pergiatlah menjalankan apa yang dituliskan, diperintahkan dalam Trikomando Rakyat itu,” tekan Sukarno.

Pada 19 Desember 1961 sebelumnya, Sukarno menyerukan rakyat menghentikan rencana Belanda untuk mendirikan negara boneka di Irian Barat. Dan mengibarkan bendera Indonesia di sana.

Pidato itu kemudian dikenal sebagai ‘Tri Komando Rakyat’ atau Trikora. Pokok isinya ada tiga, yaitu menggagalkan rencana Belanda membentuk negara boneka di Irian Barat, mengibarkan bendera merah-putih di sana, dan bersiap untuk mobilisasi umum dalam rangka membebaskan Irian Barat.

Pada saat habis salat Idul Fitri itu, Sukarno mengulangi kembali pesan-pesan Trikoranya kepada rakyat.

Kendati demikian, Sukarno juga menyampaikan bahwa solusi damai masih mungkin tercapai. “Pintu masih terbuka untuk penyelesaian secara damai, pintu masih terbuka untuk negosiasi secara damai,” katanya.

Tapi, Sukarno terus meminta rakyat untuk tidak menunggu solusi diplomatik tersebut dan meneruskan kerja mereka dalam rangka menyukseskan Trikora.

“Saya memerintahkan kepada segenap Rakyat Indonesia, untuk mempergiat, melaksanakan, Trikomando Rakyat itu. Sebab sejarah berjalan terus, sejarah tidak menunggu lagi,” tandas Sukarno.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Optimalisasi Perlindungan HAM Berkeadilan di Papua

JAKARTA – Persoalan yang terjadi di bumi Papua, wilayah paling

Food Estate di Papua, Tantangan dan Harapan Baru

JAKARTA — Presiden terpilih yakni Prabowo Subianto, berencana untuk memindahkan
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88