6 months ago
2 mins read

H Misbach Bicara Persatuan Islam dan Komunisme

H Misbach. (Foto: Wikipedia)

JAKARTA – Seorang bertubuh besar naik ke atas podium. Wajahnya tidaklah asing. Ia sudah terkenal malang melintang dalam panggung politik pergerakan waktu itu.

Kehadirannya kali ini adalah untuk melemparkan salvo pembukanya terhadap pihak-pihak yang ia anggap munafik dan menghambat pergerakan kaum pribumi .

Orang yang dimaksud adalah Haji Mohammad Misbach, yang kemudian hari lebih sering dikenal Haji Misbach. Ia baru saja berkeputusan.

Alih-alih meneruskan pergerakannya di barisan Comite Sarekat Islam (CSI) dan Oemar Said Tjokroaminoto, ia bergabung dengan kubu SI Merah dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Dalam Kongres gabungan SI Merah dengan PKI pada Maret 1923, Misbach berbicara mengenai pemikirannya. Telah diketahui bahwasanya ia merupakan seorang ahli agama Islam, sekaligus pemikir komunis yang terkenal dalam kalangan pergerakan waktu itu.

Pejabat Bumiputera, Datoek Toemenggoeng Landjoemin yang dikutip Takashi Shiraishi dalam An Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912-1926 merekam pidato Misbach.

Setelah naik ke atas podium, Misbach langsung menunjukkan wawasannya yang mendalam soal Islam dan komunisme. Tidak hanya itu, ia juga melakukan suatu inovasi. Misbach memadukan antara keduanya.

“Mendasarkan dirinya kepada Quran, ia berargumen mendukung beberapa poin kesepahaman antara ajaran-ajaran Quran dan komunisme,” tulis Landjoemin.

Misalnya, Misbach mencontohkan para Muslim ditugaskan Quran untuk mengakui hak-hak asasi manusia. Pengakuan tersebut juga ditemukan oleh Misbach dalam pemahamannya mengenai komunisme.

Selanjutnya, Misbach juga menemukan bahwa perintah-perintah Tuhan dalam Islam juga memerintahkan para Muslim untuk memerangi penindasan dan penghisapan. Sama seperti halnya ajaran yang terkandung dalam komunisme.

Dengan adanya kesamaan antara Islam dan komunisme, Misbach pun menyebut mereka yang beragama Islam tapi tidak bisa menerima prinsip-prinsip komunisme bukan Muslim sejati.

Para Muslim yang tidak menerima prinsip-prinsip komunisme sebagai tidak sejati dalam mengamalkan agamanya.

Selain menggunakan momen tersebut untuk membicarakan kesamaan Islam dan komunisme. Dan mengadvokasikan perjuangan bersama antara para Muslim dan kaum komunis sebagai konsekuensinya. Misbach juga menyerang kelompok-kelompok yang dianggapnya bukan Muslim sejati itu.

Korbannya kali ini adalah Politiek Economische Bond (PEB) bentukan kolonial Belanda. Perkumpulan itu dibuat dalam rangka menyatukan kepentingan-kepentingan ekonomi rakyat pribumi di Hindia Timur, atau yang sekarang menjadi negara Indonesia modern.

Mereka dinilai Misbach tidak berjuang melawan penindasan dan eksploitasi rakyat pribumi. Dan memilih untuk dikooptasi oleh kolonial Belanda.

Misbach menyerang PEB sekeras-kerasnya, dengan mengatakan ibadah mereka tidak diterima baik oleh Tuhan. “Sebab, setiap orang yang beriman diberi tugas untuk menghapuskan penindasan, penekanan, dan eksploitasi,” kata Misbach.

Usai menyerang PEB. Misbach mengarahkan perhatiannya kepada Tjokroaminoto. Sekutu lamanya itu baru saja memperkenalkan disiplin partai kepada SI.

Intinya, dia ingin menjadikan anggota SI untuk berkomitmen dengan meninggalkan kesetiaannya kepada organisasi-organisasi lainnya. Salah satunya adalah PKI, dengan ada banyaknya anggota SI Merah yang terafiliasi dengan gerakan-gerakan kiri pada saat itu.

Padahal selama ini, dualisme keorganisasian yang juga diikuti oleh sinkretisme ideologi merupakan hal yang biasa. Tapi Tjokroaminoto berpikir lain. Kesetiaan ganda tidak bisa dipertahankan di tengah upayanya mengonsolidasikan SI.

“Sangat disayangkan SI, yang dimaksudkan sebagai perkumpulan massa, telah menciptakan pecah belah dalam pergerakan rakyat, karena pengenalan disiplin partai,” kata Misbach.

Ketika Tjokroaminoto mengakui bahwa idenya menerapkan disiplin partai adalah karena serangan pentolan gerakan komunis (Darsono) terhadap posisinya di SI, Misbach membalas dengan memperingatkan bahaya pertikaian pribadi terhadap kesatuan organisasi.

Dalam pidato tersebut, Misbach ingin menyampaikan bahwa disiplin partai tidaklah diperlukan. Sebab, prinsip-prinsip pergerakan para Muslim dan komunis adalah sama. Seperti ideologi komunis menuntut perjuangan yang tak henti-hentinya terhadap penindasan dan penghisapan.

Upaya Tjokroaminoto membeda-bedakan elemen pergerakan, yang sedikit banyaknya dipengaruhi oleh agenda memperkuat diri terhadap serangan pihak komunis malah berbahaya.

Hal itu memecah kelompok-kelompok pergerakan yang seharusnya memiliki dasar dan tujuan yang sama. Dan melemahkan kaum pribumi dalam perjuangannya melawan kolonial Belanda.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Penjelasan Sukarno tentang Peristiwa Gerakan 30 September

JAKARTA – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) merupakan kejadian yang

Perdebatan Petinggi Masyumi dengan Musso

JAKARTA – Pada 8 September 1948 pagi hari, beberapa saat