JAKARTA – Jagat maya dihebohkan oleh kemunculan video penyiksaan terhadap Orang Asli Papua (OAP) oleh anggota Tentara Nasional Indonesia baru-baru ini.
Dalam tayangan itu, terlihat seseorang yang tengah dianiaya secara beramai-ramai dalam gentong penyimpanan air berwarna biru. Menambah kengerian bagi penontonnya, air di gentong itu sudah berwarna kemerahan. Dari darah yang ditumpahkan oleh orang yang disiksa.
Berdasarkan informasi dari Amnesty International Indonesia, penyiksaan itu terjadi di Kabupaten Puncak, Papua. Adapun waktu kejadiannya masih belum diketahui secara pasti. Tapi Amnesty mendapatkan video itu pada 21 Maret 2023.
Penyiksaan itu dikutuk oleh Amnesty sebagai perbuatan yang merusak naluri keadilan. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, Sabtu (23/3/2024), mengatakan, kejadian itu menginjak-injak perikemanusiaan yang adil dan beradab.
Kejadian itu sendiri sudah dikonfirmasi oleh pihak TNI di hari yang sama. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Nugraha Gumilar mengungkapkan, peristiwa itu terjadi di Pos Gome, Kabupaten Puncak, Papua.
Sementara itu, Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen Izak Pangemanan mengaku belum menerima keluhan terkait kekerasan terhadap masyarakat. “Video itu masih kami konfirmasi,” kata Izak.
Usman menyayangkan tanggapan itu. Menurutnya, bantahan Pangdam Cendrawasih terkesan menutup-nutupi kejadian naas terhadap OAP yang ada dalam video penyiksaan yang beredar.
Pihak Amnesty juga mengkritik tanggapan Izak yang mengatakan kalau video yang beredar merupakan hasil rekayasa.
Ia juga menyatakan respons Pangdam Cendrawasih memberikan rasa impunitas bagi pelaku-pelaku penyiksaan dalam video tersebut. “Reaksi ini bisa membuat bawahan merasa dilindungi atasan saat terlibat kejahatan,” kata Usman.
Di video yang beredar, terdapat sekelompok orang. Salah satunya memakai baju dengan tulisan angka 300. Diduga, oknum TNI yang ada dalam video itu berasal dari Kodam III/Siliwangi, Yonif 300 Raider Braja Wijaya. Mereka dikirim ke Papua untuk patroli di wilayah perbatasan.
Selama video berdurasi 16 detik itu, mereka memukuli korban. Selagi melaksanakan penyiksaan mereka, para oknum TNI juga melontarkan kata-kata kasar yang bernada rasis.
“Ini penyiksaan serius dan mengandung rasisme yang kuat. Selain semua pelaku non-Papua, coba dengar kata-kata makian pelaku sambil terus menyiksa. Kejam dan rasis,” ujar Usman.
Dari pihak TNI, Gumilar menyampaikan tengah mendalami video tersebut. “Semua terkait video tersebut, TNI sedang melakukan penyelidikan secara mendalam,” katanya.
Apabila terbukti, menurut Usman, para oknum yang terlibat bisa dijerat UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 5 tahun 1998 tentang ratifikasi United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay menambahkan, tindakan oknum-oknum yang terlibat juga bisa masuk ke ranah hukum pidana.
Dan akan dijerat oleh Pasal 170 ayat (2) yang berbunyi, “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat.”
Maka, tegas Emanuel, para oknum harus diadili sesuai dengan dugaan tindak kejahatan yang telah mereka lakukan. “Sebagaimana diatur pada Pasal 65 ayat (2), UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia maka wajib diproses secara hukum,” terang Emanuel.