5 months ago
1 min read

Dunia Hampir Kehilangan Paus Yohanes II

Paus Yohanes Paulus II. (Foto: Web)

JAKARTA – Pada 13 Mei 1981, peziarah di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, mendengar empat suara tembakan yang bisa mengubah sejarah dunia.

Pelurunya dimuntahkan dari pistol seorang warga Turki bernama Ali Agca. Dan sasarannya tidak lain adalah Paus Yohanes Paulus II.

Saat itu, Paus tengah melakukan pertemuan rutinnya bersama para umat. Seperti biasa, ia berinteraksi dengan orang-orang yang hadir. Termasuk menggendong seorang bayi perempuan yang disodorkan orang tuanya.

Tapi hari itu akan berbeda. Agca, seorang nasionalis Turki yang diduga memiliki hubungan dengan jaringan intelijen Bulgaria dan Uni Soviet melakukan upaya pembunuhan terhadap sang Paus.

Tidak lama setelah Paus mengangkat bayi perempuan sebelumnya, rentetan tembakan terdengar dari sekitarnya.

Dari empat peluru yang dimuntahkan pistol Agca, satu mengenai perut sang Paus, satu lagi melukai tangan kirinya, kemudian satu peluru mengenai seorang warga negara Amerika Serikat (AS) berumur 60 tahun, dan yang terakhir mengenai warga negara Jamaika.

Suasana di Lapangan Santo Petrus langsung berubah menjadi duka. Banyak peziarah mengeluarkan tangisannya. Beberapa berlutut untuk berdoa dengan menggunakan tasbih rosario yang mereka bawa untuk diberkati oleh Sang Paus yang tertembak.

Tidak ada yang mati dalam kejadian itu. Tapi Paus langsung dibawa ke Rumah Sakit Emelli di Roma untuk menjalankan operasi bedah selama lima jam.

Sementara itu, doa berdatangan dari para peziarah di Vatikan dan seluruh dunia yang merasa khawatir dengan kondisi antara hidup dan mati Paus Yohanes Paulus II.

Agca ditangkap oleh kepolisian. Dan pihak yang berwenang menemukan catatan yang mengejutkan dalam kantong pakaiannya.

Catatan tersebut berbunyi, “Saya membunuh paus sebagai protes terhadap imperialisme Uni Soviet dan Amerika Serikat dan terhadap genosida yang sedang dilakukan di Salvador dan Afganistan.”

Agca pun mengaku bersalah dan mengatakan bahwa dia bertindak sendiri. Pengadilan memberikannya hukuman penjara seumur hidup.

Keadaan tambah rumit ketika Agca mengaku upaya pembunuhan Paus Yohanes Paulus II melibatkan pihak intelijen Bulgaria dan Uni Soviet.

Pada saat itu, ketika Perang Dingin antara Blok Barat dan Timur sedang bergolak, sang Paus dikenal sebagai seorang anti-komunis kuat.

Sebagai Paus yang berasal dari Polandia, ia juga mendukung gerakan Solidarity serikat-serikat pekerja negara asalnya yang memprotes pemerintahan komunis negaranya waktu itu.

Sehingga, tidak mengherankan kalau Sang Paus menjadi incaran pihak komunis waktu itu. Kendati demikian, keterlibatan Bulgaria dan Uni Soviet tidak pernah bisa dibuktikan.

Pada 1983, Paus membuat gempar dunia dengan mengunjungi Agca di Penjara Rebibbia. Sebelumnya, ia sudah memaafkan Agca. Tapi kali ini, ia mendatangi Agca secara publik untuk berbicara dengannya.

Kali ini, ia kembali memaafkan Agca dan mengatakan kalau mereka bertemu sebagai sesama manusia dan saudara satu sama lain.

“Kita bertemu sebagai sesama manusia dan sebagai saudara,” katanya habis mengunjungi Agca di penjara.

Paus juga melanjutkan, bahwa semua orang harus meneguhkan rasa persaudaraan. “Karena kita semua bersaudara, dan semua peristiwa dalam hidup kita harus meneguhkan persaudaraan yang timbul dari kenyataan bahwa Allah adalah Bapa kita,” ujarnya.* (Bayu Muhammad)

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia Bulan September

JAKARTA – Kepala Negara Vatikan sekaligus pemimpin tertinggi umat Katolik