JAKARTA – Perlombaan untuk kursi Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar semakin ketat. Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Bambang Soesatyo menyebut nama-nama yang dilirik untuk memimpin partai yang berlogo pohon beringin itu.
“Setidaknya sudah empat santer suara yang muncul di permukaan yang akan bertarung di forum munas tahun ini. Ada Pak Airlangga sendiri, kemudian ada Pak Agus Gumiwang, ada Pak Bahlil, dan ada saya,” ucap pria yang kerap disebut Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Pernyataan Bamsoet ditanggapi oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari. Dalam siniar Total Politik, Ia mengatakan kalau Gibran, dan bukan Jokowi juga berpotensi untuk jadi pemimpin Partai Golkar.
“Anyway mengenai Ketua Umum Golkar menurut saya sih bukan Pak Jokowi yang potensial. (Tapi) Gibran Rakabuming Raka,” ujar Qodari (13/3/2024).
Qodari berpendapat kalau Bamsoet kurang menyebut nama Gibran, di luar sosok-sosok yang telah disebutkan olehnya.
“Mas Bamsoet kan udah mengeluarkan wacana tuh. Empat calon ketua umum kan? Dirinya sendiri, Airlangga Hartarto, AGK (Agus Gumiwang Kartasasmita), (dan) Bahlil kan? Menurut saya bisa disebut satu nama lagi, yaitu Gibran Rakabuming Raka.”
Hal ini masuk akal bagi Qodari karena empat hal, mulai dari keperluan taktis Partai Golkar itu sendiri, sampai kepentingan jangka panjangnya.
Qodari menilai kalau Partai Golkar selalu memosisikan dirinya sebagai bagian dari pemerintahan. Hal itu dilakukan agar mereka bisa melaksanakan “karya kekaryaan” atau program-program kerjanya.
Untuk itu, Partai Golkar pasti melihat kehadiran seorang pejabat eksekutif, yaitu wakil presiden (wapres) di dalamnya sebagai hal yang menguntungkan bagi mereka.
“Pertama kan begini, Partai Golkar itu kan orientasinya kan menjadi bagian dari pemerintahan kan. Karya kekaryaan itu dimaknai sebagai berbuat. Dan ‘berbuat’ itu adalah eksekutif begitu. Mereka pasti pengen punya akses kepada eksekutif sebanyak-banyaknya (dan) sekuat-kuatnya. Menteri aja mau apalagi wakil presiden.”
Langkah ini dimungkinkan oleh preseden yang terjadi sebelumnya. Qodari mengingat kembali waktu Jusuf Kalla (JK) didukung jadi Ketum Partai Golkar mengalahkan Akbar Tanjung waktu terpilih jadi wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004 silam.
“Yang kedua sudah terjadi dalam sejarah, di mana Pak JK begitu menjadi wakil presiden diminta rame-rame, didukung rame-rame untuk menjadi ketua umum Partai Golkar. Dan mengalahkan waktu itu Pak Akbar Tanjung gitu loh.”
Kemudian, Qodari juga meramal Partai Golkar butuh Gibran untuk menarik suara anak-anak muda ke depannya.
“Dan yang ketiga, menurut saya ada harapan bahwa Partai Golkar bisa menjadi partai yang lebih besar (tahun) 2029. Karena ini anak muda. Kita udah lihat kok di tahun 2024 ini bagaimana proporsi anak muda yang memilih Prabowo – Gibran itu menjadi sangat tebal karena kehadiran seorang Gibran. Jadi Gibran ini mampu menarik suara anak muda.”
Qodari juga mengutarakan kalau kehadiran sosok-sosok muda seperti Gibran penting untuk keberadaan Partai Golkar ke depannya.
“Nah yang keempat, memang salah satu tantangan terbesar atau tantangan sejarah, tantangan zaman bagi Partai Golkar adalah bagaimana dia tetap relevan di tengah generasi yang sudah berubah itu. Jadi mereka kalau mau relevan ya kepemimpinannya juga harus anak muda.”
Demikian, kehadiran Gibran diharapkan dapat menjaga relevansi Partai Golkar di tengah perubahan-perubahan yang terjadi. Seperti perubahan usia penduduk yang kini sedang mengalami fenomena bonus demografi hingga 2045.*