7 months ago
2 mins read

Siapa Penerus Erdogan?

Presiden Turki, Reccep Tayyip Erdogan. (Foto: aa.com.tr)

JAKARTA – Setelah lebih dari dua dasawarsa memegang kekuasaan di Turki, Presiden Reccep Tayyip Erdogan akhirnya memberikan sinyal untuk mundur. Hal itu disampaikannya saat berpidato dalam acara Turkish Youth Foundation (TUGVA) awal bulan ini.

Di hadapan para hadirin, Erdogan mengatakan, berdasarkan ketentuan undang-undang, pemilu ini akan jadi pemilu terakhir baginya.

Ia merujuk kepada pemilihan umum (pemilu) tingkat daerah Turki yang akan diadakan pada akhir bulan ini. Dalam pemilu itu, rakyat Turki akan memilih para wali kota dan anggota DPRD seantero Turki.

Pendiri Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) itu sudah malang melintang dalam perpolitikan Turki. Sebelum menjadi presiden pada 2014, ia terpilih jadi Perdana Menteri negara itu pada 2003 silam.

Lebih jauh lagi, ia pernah terpilih jadi Wali Kota Istanbul sebagai kandidat dari Partai Kesejahteraan pada 1994. Selain itu, terdapat sisi lain dalam rekor karier politik Erdogan. Ia pernah dipenjara pada 1997 karena membacakan puisi yang dianggap mengujar kebencian.

Saat itu, ia mendeklamasikan puisi yang salah satu baitnya berbunyi “Minaret adalah bayonet kami. Orang beriman adalah tentara kami.”

‘Minaret’ dan ‘bayonet’, kata-kata itu mengkhawatirkan elemen-elemen nasionalis yang memegang ideologi sekularisme Bapak Pendiri Turki, Mustafa Kemal Ataturk. Saat itu, mereka bergerak cepat untuk menangkap Erdogan.

Ironisnya, puisi itu ditulis oleh seorang nasionalis Turki, Ziya Gokalp (1876-1924). Seseorang yang pemikirannya memengaruhi Ataturk dahulu, terutama soal nasionalisme bangsa Turki.

Jadi, sedari awal Erdogan memang menghadirkan diri sebagai sosok yang ‘berbeda’ dalam kancah perpolitikan Turki. Tidak tanggung-tanggung, perbedaan itu ia tunjukkan pada kelompok nasionalis-sekuler yang waktu itu dominan di Turki.

Namun, Erdogan tidak hanya membawa kontroversi. Ia juga mencetak beberapa keberhasilan yang telah meningkatkan taraf kehidupan warga negaranya. Sejak 2002 hingga awal 2010-an, perekonomian Turki tumbuh pesat.

Pemerintahan Erdogan berhasil mendatangkan investasi dari luar negeri. Ia juga memulai berbagai proyek besar. Dua hal itu berhasil menambah jumlah kelas menengah di Turki.

Kemudian, pemerintahan Erdogan juga memulai pembicaraan lebih lanjut dengan Uni Eropa (EU) untuk bergabung pada 2005. Proses bergabungnya Turki sempat terhambat pada masa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Lebih penting bagi perpolitikan Turki, pemerintahan Erdogan melemahkan elemen militer. Setelah hampir satu abad pendiriannya, Turki bisa menempatkan militer di bawah supremasi sipil. Puncaknya saat terjadi upaya kudeta militer pada 2016 silam.

Walau begitu, pemerintahan Erdogan tak bisa disebut berjalan tanpa masalah. Akhir-akhir ini, beberapa pihak menganggapnya tidak kompeten mengurus perekonomian Turki dan memerintah secara otoriter.

Pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapainya pada awal kekuasaannya kini tinggal kenangan. Sejak 2010-an, inflasi melambung tinggi. Sementara itu, nilai tukar Lira Turki menurun. Dan alur masuk investasi asing berkurang.

Di ranah politik, pemerintahan Erdogan menjadi lebih otoriter. Referendum konstitusi pada 2017 memberikannya kekuasaan lebih atas lembaga-lembaga kehakiman dan parlemen.

Setelah menjalankan masa pemerintahan yang kontroversial, Erdogan akan melepaskan jabatannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan seputar siapa sosok yang akan menggantikannya.

Suksesi Erdogan

Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Yon Machmudi, mempertanyakan apakah pengaruh Erdogan masih kuat? Apakah gagasan-gagasan dan ide-ide yang dibawa Erdogan masih menyelimuti kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat?

“Erdoganisme itu kan ide-ide. Gagasan itu sangat tergantung kepada figurnya. Kalau figurnya tidak ada, maka ide dan gagasannya bisa juga mengalami penurunan,” kata Yon.

Lebih penting lagi, menurut Yon, siapakah sosok yang akan melanjutkan Erdogan? Erdogan sendiri menyatakan hasil pemilu tingkat daerah ini menjadi ajang peralihan peninggalan pemerintahannya.

Yon mengaku belum tahu apakah penerus-penerus Erdogan bisa sebanding dengannya? “Hanya masalahnya kita belum tahu siapa tokoh yang selevel Erdogan,” ujarnya.

Erdogan mungkin bisa percaya diri dengan penerusnya. Tapi Pilpres 2023 memberikan Erdogan kemenangan yang tipis. Saat itu, ia menang sekitar 5 persen lebih di atas lawannya, Kemal Kilicdaroglu, yang berasal dari Partai Republik (CHP)-nya Ataturk.

Oleh karena itu, Erdogan dan partainya membutuhkan tokoh yang pamornya mendekati dirinya. Dan ini sangat sulit untuk dilakukan. Seperti yang disampaikan Yon, dominasi Erdogan di AKP membuat tokoh-tokoh besarnya pergi meninggalkan partai.

“Davutoglu atau tokoh-tokoh yang lain seperti Babacan, yang harus meninggalkan AKP karena dominasi Erdogan yang begitu kuat,” terang Yon.

Ia merujuk kepada Mantan Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu dan Mantan Menteri Ekonomi Ali Babacan yang meninggalkan Erdogan. Ali Babacan sendiri kemudian mendirikan Partai Demokrasi dan Kemajuan (DEVA) yang beroposisi kepada Erdogan dalam pilpres yang lalu.

Pilpres selanjutnya pada 2028 tidak hanya menjadi beban pikiran rakyat Turki yang memilih. Tapi juga bagi Erdogan yang harus segera menemukan penerusnya.

Jika tidak, partai-partai oposisi yang berada di belakangnya sejak pilpres pada 2023 silam, mungkin akan membalapnya. Dan Turki akan mendapatkan presiden yang tidak berasal dari AKP.*

 

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Erdogan Sebut ‘Ruh’ PBB Mati di Gaza

JAKARTA – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, memberikan pidato yang

Turki Hentikan Perdagangan dengan Israel

JAKARTA – Menanggapi situasi yang memburuk di Palestina, pemerintahan Turki