Untuk mengingatkan warga saat banjir tiba, anggota SIBAT telah memasang alat sistem peringatan dini atau early warning system di sejumlah titik di pinggir Sungai Wae Pesi.
Alat ini terdiri dari sensor dan sirene. Sensor dipasang di pinggir sungai, sementara alarm-nya diletakkan di tepi jalan strategis yang kiranya dapat menjangkau seluruh wilayah.
Terdapat tiga level dalam alat sensor yang ditandai dengan lampu hijau, kuning, dan merah. Jika air masuk ke dalam alat dan menghidupkan lampu hijau, maka sirene pertama berbunyi untuk memperingatkan warga agar waspada.
Jika menyentuh lampu kuning, maka sirene akan mengeluarkan suara yang memperingatkan warga untuk bersiap-siap mengungsi. Dan jika sensor warna merah menyala, maka sirena akan berbunyi makin nyaring, dan warga diharuskan meninggalkan rumah karena air sudah masuk pemukiman.
Tak hanya soal darah
Selama ini, kata Taufiq, masyarakat hanya tahu PMI terkait dengan urusan donor darah saja. Mereka belum tahu jika PMI juga terlibat dalam urusan-urusan kebencanaan.
Karenanya, PMI dan SIBAT berupaya keras melakukan sosialisasi tentang kegiatan-kegiatan PMI yang tak melulu berurusan dengan darah. Selain itu, warga juga diedukasi tentang peran-peran SIBAT yang memang hadir sebagai relawan tanggap bencana.
“Kami datangi warga dan pelan-pelan memberikan pemahaman pada mereka. Kami selalu sampaikan ke mereka dengan bahasa yang bisa mereka pahami. Kami mau semuanya terlibat sama-sama, apapun kegiatannya di masyarakat,” jelas Taufiq.
“Memang masyarakat pada umumnya termasuk kami, tahunya PMI hanya urus darah saja. Nah setelah kami gabung PMI, kami tahu banyak hal. Ternyata PMI ada juga kegiatan-kegiatan yang lain selain darah,” sambungnya.
Jika sebelumnya masyarakat tidak mengerti tentang PRB, maka kini mereka mulai paham dan tergerak untuk membantu kegiatan-kegiatan SIBAT. Warga pun rutin menggelar pertemuan dengan SIBAT untuk membahas persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan.
Hasil pertemuan tersebut diunggah ke medsos, terutama Facebook. Warga senang dengan kampanye di medsos. Inilah yang membuat mereka kian antusias dan semangat.
Selain itu, SIBAT juga membuat grup WhatsApp untuk saling bertukar pikiran dengan warga dan aparat pemerintah di kelurahan. Grup WA ini juga bisa jadi ajang koordinasi dan sosialisasi yang cukup efektif.
Preferensi mitigasi responden Kabupaten Manggarai

Saat ini anggota SIBAT Kelurahan Reo berjumlah 30 orang. Mereka terdiri dari warga dengan aneka ragam profesi. Kepedulian pada lingkungan dan PRB yang menyatukan mereka dalam SIBAT. Yang cukup menggembirakan adalah SIBAT dan warga berhasil membuat Kesepakatan Bersama terkait PRB di Kelurahan Reo.
Kesapakatan ini tak ubahnya Peraturan Desa (Perdes) jika dikaitkan dengan desa. Kekuatan hukumnya hampir sama, masing-masing berisi aturan dan sanksi.
Taufiq mengatakan, terdapat dua Kesepakatan Bersama yang telah dibuat terkait dengan kelurahan tangguh bencana. Keduanya adalah tentang penanaman mangrove dan pengawasan hewan ternak.
“Memang beberapa kali ada revisi, disesuaikan dengan peraturan-peraturan daerah yang ada. Seperti soal penanganan hewan ternak. Belum semuanya sosialisasi di masyarakat karena memang kita kendala di waktu dengan teman-teman,” tuturnya.
Hewan ternak ini menjadi masalah yang cukup pelik di wilayah Reo, sebagaimana halnya di Kelurahan Baru. Warga di sini juga melepas ternak mereka untuk mencari makan sendiri. Tak jarang hewan-hewan ini memakan bibit-bibit pohon yang ditanam di sepanjang bantaran sungai.
Tentu saja kondisi ini akan merusak program PRB yang telah disepakati bersama. Karenanya, SIBAT akan menggiatkan kembali sosialisasi Kesepakatan Bersama setelah masa-masa pesta tak lagi ramai.
“Saat ini lagi musim ramainya pesta nikah di wilayah Reok hingga kami harus menyesuaikan diri dengan kegiatan masyarakat. Tidak pas kalau melakukan sosialiasi jika di situ ada pesta. Kurang elok, jangan dulu. Jika waktunya sudah pas, nanti kami sosialisasi dengan melibatkan lurah,” kata Taufiq.
