Penduduk Desa Bajak berjumlah 1.550 jiwa yang terbagi dalam 404 kepala keluarga (KK). Sebagian besar warga berprofesi sebagai petani ladang dan penambang pasir. Mereka menambang pasir di Sungai Pesi, salah satu sungai besar di Flores yang membagi wilayah dua kabupaten antara Manggarai dan Manggarai Timur.
Hidup di DAS di satu sisi memang rentan akan bahaya, terutama banjir dan longsor. Karenanya, PMI dan SIBAT giat bergerak di Bajak untuk mensosialisasikan pentingnya PRB dan mitigasi bencana. Mereka bergerak dari rumah ke rumah, keliling dari satu dusun ke dusun lain. Bahkan sesekali mengumpulkan warga di tempat pertemuan.
Martinus menyebutkan, dalam setahun terdapat tiga bencana yang melanda Desa Bajak, yakni banjir, kebakaran dan tanah longsor. “Dari ketiga bencana ini yang paling berdampak besar adalah banjir. Dan itu hampir setiap tahun terjadi,” katanya.
Setelah melakukan kajian secara mendalam, Tim SIBAT akhirnya menemukan jawaban bahwa penyebab utama banjir adalah meluapnya Sungai Wae Pesi dan adanya pengikisan tanah di pemukiman warga.
Karenanya, salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko banjir adalah dengan membangun bronjong (timbunan batu yang diikat kawat besi) di sejumlah tempat yang dianggap rawan. Bronjong dapat dijadikan sebagai penahan air agar tanah tidak terkikis.
Tak hanya membangun bronjong, SIBAT Desa Bajak juga membangun alat sistem peringatan dini berbentuk sensor dan sirene, seperti yang dilakukan SIBAT Kelurahan Reo. Alat ini merupakan bantuan dari PMI Wonogiri untuk PMI Kabupaten Manggarai. PMI Manggarai kemudian mendistribusikannya ke Kelurahan Reo dan Desa Bajak.
Selain itu, SIBAT juga mengajak warga untuk menam pohon di pinggir sungai demi mengurangi dampak banjir. Terdapat beragam jenis pepohonan yang ditanam oleh mereka. Martinus berharap warga dapat menjaga dan memilihara tanaman tersebut.
“Percuma kita tanam kalau tidak dipelihara, dijaga dan dirawat. Maka kemarin ada inisiatif untuk membuat Peraturan Desa (Perdes) guna menjaga dan merawat tanaman,” kata Martinus.
Perdes yang mengikat
Penjabat Kepala Desa Bajak Fransiskus Loso menyambut baik usulan SIBAT terkait Perdes ini. Oleh sebab itu, ia pun segera bergerak mengumpulkan aparat pemerintah dan tokoh-tokoh desa untuk membuat Perdes.
Hal ini penting dilakukan demi mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana. Akhirnya, aturan yang disebut Perdes No. 5 Tahun 2023 tersebut diteken pada 13 Juni 2023.
Perdes yang dibuat oleh Kepala Desa dan disetujui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) itu memuat 23 Pasal. Selain mengatur tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam mitigasi bencana, di dalamnya juga disebutkan tentang sejumlah sanksi yang bagi mereka yang melanggar.
Yang tak kalah penting adalah Perdes ini juga memuat tentang peran SIBAT dalam penyelenggaraan PRB. Inilah yang membuat 25 relawan SIBAT Desa Bajak makin bersemangat dalam berkegiatan.
Hanya memang, kata Fransiskus, pada awalnya Perdes sulit dijalankan karena mengandung sanksi. Perlahan namun pasti, masyarakat mulai menyadari pentingnya aturan tersebut demi kepentingan bersama. “Perdes dibuat bukan karena intimidasi kepala desa dan perangkatnya, tapi melibatkan semua pihak,” ia menegaskan.
Di sisi lain, Fransiskus tak dapat menyembunyikan kekaguman dan kebanggaannya pada Tim SIBAT. Menurutnya, SIBAT yang didukung PMI telah banyak membantu Desa Bajak selama tiga tahun ini.
“Semua kegiatan yang dilaksanakan SIBAT pada dasarnya untuk mendukung semua program pemerintah. SIBAT selalu menjadi yang terdepan. Tak hanya terlibat soal kemanusiaan, tapi juga kegiatan pengamanan bencana,” ujarnya.
Fransiskus menuturkan, Desa Bajak berada di sekitar daerah sungai. Dan dari tahun ke tahun selalu menghadapi banjir bandang. Masyarakat desa tidak pernah memikirkan bahwa suatu saat akan terjadi pengikisan yang luar biasa di sekitar pemukiman mereka. Apalagi ada kegiatan-kegiatan tambang lokal berupa galian pasir dan batu.
“PMI dan SIBAT yang menjadi mitra utama di desa selalu bergerak untuk menangani situasi ini. Dan kegiatan yang paling besar adalah penanaman 1.000 anakan pohon. Jumlahnya tahun ini sekitar 20.000-an pohon. Hampir 75 persen dianggap berhasil,” kata Fransiskus.
