Rawan banjir
Kelurahan Mata Air terletak di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kawasan dengan luas wilayah kurang lebih 11, kilometer per segi ini dihuni sekitar 2.936 jiwa. Mereka terbagi dalam 789 kepala keluarga (KK) dan mendiami tiga dusun yang tersebar di seluruh wilayah kelurahan.
Mata pencaharian warga Mata Air antara lain sebagai petani, pedagang, tukang ojek, sopir, pegawai negeri dan swasta, serta pedagang. Masyarakat Kelurahan Mata Air umumnya bermukim di rumah permanen, semi permanen dan rumah panggung baik di dataran tinggi maupun rendah.
Sebagian lagi hidup di daerah aliran sungai (DAS) yang rentan dilanda banjir. Sungai Wae Pesi yang membelah Mata Air merupakan sungai besar yang menampung air beberapa sungai kecil di sekitar Reok. Wae Pesi juga jadi ‘dinding pemisah’ antara Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Muara sungai ini berakhir di laut yang terdapat di ujung utara Pulau Flores bagian tengah.
Kebutuhan Jenis Informasi Kebencanaan menurut Responden di Kabupaten Manggarai

Bencana banjir yang terekam di Mata Air didominasi kejadian pada tahun 2000-an yang meliputi banjir dan angin kencang. Meskipun banjir saban tahun menghampiri, namun banjir pada 2004 dan 2007 silam merupakan kejadian besar yang menimpa Mata Air. Walau tak memakan korban jiwa, banjir ini menyebabkan tergenangnya rumah warga dan rusaknya area pertanian.
“Waktu itu warga mengungsi ke tempat-tempat agak tinggi. Memang tak ada warga yang menjadi korban, namun sebagian besar harta benda kami hanyut terbawa air,” tutur M Ghufran, warga Kelurahan Mata Air, mengenang banjir bandang yang melanda tempat tinggalnya.
“Warga juga trauma karena ada beberapa korban luka akibat kejadian itu,” ia melanjutkan. “Sawah ladang rusak, pohon tumbang di mana-mana, listrik padam dan jalur transportasi tak bisa diakses.”
Melihat kerentanan yang terjadi di Kelurahan Mata Air, Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Manggarai berinisiatif melaksanakan program pengurangan risiko bencana di seputar Kecamatan Reok. Berdasarkan kajian PMI, kerentanan bencana banjir tak hanya mengintai Kelurahan Mata Air, tapi juga wilayah tetangganya seperti Kelurahan Baru, Kelurahan Reo, Desa Bajak, dan Desa Salama.
Kepala Program PMI Kabupaten Manggarai Tommy Hikmat menuturkan, PMI mulai masuk ke Kecamatan Reok pada 2019 lalu. PMI ingin membangun penguatan kapasitas masyarakat tentang kebencanaan. Oleh sebab itu, PMI secara konsisten menggelar penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat tentang pentingnya ketahanan dan kemampuan dalam menghadapi bencana.
“Jadi mereka baru sadar jika mereka tak tahu sama sekali tentang mitigasi kebencanaan. Padahal mereka ada di tempat yang rawan. Sehingga begitu kita masuk, kami langsung mengajak warga membentuk SIBAT,” tutur Tommy.
Selain fokus pada kebencanaan, PMI Manggarai dan SIBAT Mata Air juga aktif dalam pengembangan mata pencaharian masyarakat melalui program Lifelihood.
“Jadi teman-teman SIBAT bersama dengan masyarakat membibitkan tanaman kayu yang dipakai untuk menguatkan lokasi-lokasi rawan. Mereka punya rumah bibit. Setelah layak tanam, mereka menanam pohon-pohon tersebut bersama masyarakat di sepanjang Sungai Wae Pesi,” jelas Tommy.

Tommy bersyukur bahwa Lurah Mata Air dan para Ketua RT/RW mendukung program ini. Tak tanggung-tanggung, Pak Lurah segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang pembentukan Tim SIBAT Mata Air.
“Setelah ada SK, mereka bisa berjalan. Dan kami pun makin intens memberikan pelatihan. Terutama yang terkait dengan manajemen kebencanaan. Mereka menggali masalah di desa mereka berkaitan dengan kebencanaan,” sambung Tommy.
PMI dan SIBAT kemudian makin giat turun ke warga dan sekolah-sekolah untuk mengenalkan tentang pentingnya mitigas bencana. Warga diperkenalkan tentang alat-alat yang biasa digunakan untuk mengkaji kerentanan.
“Karena ini daerah ini merupakan DAS, maka kami mengenalkan ke warga dan anak-anak sekolah tentang bagaimana menyelamatkan diri. Kami juga menunjukkan pada mereka beberapa alat pemadam ringan, tandu, dan juga bagaimana memahami bunyi sirene,” papar Tommy.