1 year ago
7 mins read

Banjir di Mata Air

Kebun Bibit Sibat Kelurahan Mata Air, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT. (Foto: Chairul Akhmad)

Demi mengurangi risiko bencana karena kerentanan hidup di daerah aliran sungai (DAS), warga Kelurahan Mata Air dan relawan SIBAT yang didukung perangkat desa bersama-sama menggiatkan kembali penanaman pohon.

MANGGARAI – Seorang pemuda menyiram bibit pohon di kebun bibit yang terletak di tepi jalan raya yang membelah Kelurahan Mata Air, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Kawan-kawannya yang lain membersihkan rerumputan yang terdapat dalam pot-pot bibit.

Mereka adalah relawan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) Kelurahan Mata Air yang tengah sibuk melakukan pembibitan beberapa jenis pohon. Pepohonan ini nantinya akan ditanam di sepanjang Sungai Wae Pesi yang melewati wilayah tersebut.

Pohon beragam jenis itu merupakan rekomendasi salah satu pakar dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Pohon-pohon ini disebut paling layak ditanam di sepanjang sungai untuk mengurangi risiko banjir yang kerap menghantui Mata Air. Beberapa jenis pohon tersebut antara lain beringin, mahoni, bidara, asem, gempol, mini, johar dan vetiver.

Ketua SIBAT Kelurahan Mata Air Marsellinus Di’i mengungkapkan, wilayah Mata Air memang dikenal rawan banjir, longsor, gempa bumi, kebakaran dan angin kencang. Namun di antara semua itu, banjirlah yang paling menjadi momok bagi warga sekitar.

“Banjir terjadi tak hanya karena faktor alam, tapi juga karena faktor manusia. Sebab, di sepanjang bantaran sungai ini banyak terjadi perambahan hutan,” tuturnya.

Ia melanjutkan, sekitar empat tahun lalu PMI Kabupaten Manggarai masuk ke Kelurahan Mata Air dan mengajak warga untuk melakukan penanaman bibit pohon. “Makanya ada rumah bibit di sini. Dan teman-teman SIBAT melakukan penanaman pohon itu dimulai dari proses semai sampai menjadi tanaman yang layak ditanam,” katanya.

Marsellinus menjelaskan, Kecamatan Reok merupakan titik terjadinya bencana banjir pada saat musim penghujan di Kabupaten Manggarai. Kawasan ini merupakan hilir sungai yang ada di seluruh Kabupaten Manggarai. “Dari sekitar 40 anakan sungai, semua berakhir di Kecamatan Reok. Sehingga banjir itu jadi bencana tahunan yang selalu masyarakat hadapi,” ujarnya.

Sebagai pemuda yang peduli dengan lingkungan, Marsellinus dan beberapa kawannya merasa terpanggil untuk menjadi relawan SIBAT. “Tidak ada ada organisasi selain PMI yang bisa digandeng untuk sama-sama menghadapi situasi bencana,” ungkapnya. “Untuk itulah kami bergabung saat pembentukan SIBAT.”

Dari puluhan pemuda yang dulu aktif mengikuti pelatihan PMI, kini tersisa 12 orang yang aktif sebagai anggota SIBAT. Yang lain mundur satu per satu karena beragam alasan, terutama soal ekonomi. Kaum muda yang memiliki panggilan kemanusiaan ini kemudian dilatih oleh PMI.

Tantangan terbesarnya adalah dari sekian orang yang dulu aktif, kini tinggal belasan saja. Namun, itu tak menyurutkan semangat mereka untuk tetap berkiprah sebagai relawan.

Hingga kini, kata Marsellinus, PMI dan SIBAT memiliki agenda rutin untuk kampanye dan sosialiasi. Ia dan rekan-rekannya berupaya mengubah pola pikir masyarakat dalam memahami bencana, baik sebelum atau sesudah terjadi. “Contoh kecil, membuang sampah sembarangan adalah sumber bencana. Demikian pula dengan menebang pohon secara membabi-buta,” tegasnya.

Komentar

Your email address will not be published.

Go toTop

Jangan Lewatkan

Kisah Antara Dua Desa

Bajak dan Salama adalah dua desa yang masuk dalam wilayah

Wae Pesi yang Ramah juga ‘Pemarah’

Sadar dengan wilayah yang rawan bencana karena berada di pinggir
toto slot situs togel situs togel
toto slot
slot88
situs totositus totositus totojakartaslot88